Pengertian Efektivitas Organisasi, Faktor, Pendekatan, dan Kriteria Pengukurannya

Table of Contents
Pengertian Efektivitas Organisasi
Efektivitas Organisasi

A. Pengertian Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi adalah tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Suatu organisasi didirikan tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai. Demikian efektivitas organisasi dapat dicapai jika setiap individu atau pun kelompok dalam sebuah organisasi bisa melakukan setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan atau sasaran organisasi.

Efektivitas Organisasi Menurut Para Ahli
1. Emitai Etzioni (1982:54), efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.”
2. Komaruddin (1994:294), efektivitas organisasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
3. Bemard (1938:20), efektivitas organisasi merupakan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat objektif (“if it accomplished its specific objective aim”).
4. Schein, efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.

B. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi di antaranya,
1. Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf merasa diikutsertakan dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang tindakan yang dilakukannya (Casida, 2007). Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.

Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Keterlibatan terdiri dari tiga indikator (Casida, 2007) di antaranya,
a. Pemberdayaan (empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses yang memungkinkan staf untuk memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta kemampuan untuk secara terbuka berbagi saran dan ide mengenai pekerjaan mereka. Pemberdayaan akan membuat staf memiliki kekuasaan untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran positif terhadap lingkungannya.

b. Kerja tim (team orientation)
Kerja tim (Team Orientation) menunjukkan efektifnya kerja secara tim dalam memberikan kontribusi pada organisasi yang mana proses di dalam kerja tim merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan meningkatkan inovasi anggotanya.

c. Kemampuan berkembang (capability development)
Kemampuan berkembang (Capability Development) adalah kemampuan suatu organisasi untuk meningkatkan kemampuan stafnya sehingga mampu berkompetisi dan mencapai tujuan organisasi.

2. Konsistensi (Consistency)
Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan.

Konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas di dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa konsistensi dapat dilihat dari tiga indikator di antaranya,
a. Nilai inti (core value), adalah pedoman atau kepercayaan permanen mengenai sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku staf dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Kesepakatan (agreement), adalah suatu proses ketika staf di dalam organisasi dapat mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah yang terjadi atau suatu hal yang mendasari dan mampu menyelesaikan perbedaan pendapat yang terjadi di dalam organisasi.
c. Koordinasi dan integrasi (coordination and integration), adalah berbagai fungsi serta unit di dalam organisasi yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi tanpa mengganggu hak masing-masing. Koordinasi dan integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan pelayanan yang diberikan kepada publik.

3. Adaptasi (Adaptability)
Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk menerjemahkan pengaruh lingkungan terhadap organisasi. Adaptasi merupakan kemampuan organisasi dalam merespons perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator  di antaranya,
a. Perubahan (creating change), adalah kemampuan organisasi untuk melakukan pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi dengan cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan tersebut.
b. Berfokus pada pelanggan (costumer focus), adalah kemampuan organisasi untuk mampu memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan.
c. Keadaan organisasi (organizational learning), adalah proses yang mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaan dan pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota lainnya  Keadaan organisasi merupakan kemampuan organisasi menerima, menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan eksternal menjadi suatu usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan.

4. Misi (Mission)
Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi. Sesuai dengan penelitian Denison (2006) yang menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.

Denison dan Mirsha (1995) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator (Casida, 2007) di antaranya,
a. Strategi yang terarah dan tetap (strategic direction and intent)
Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent) merupakan rencana yang jelas mengenai tujuan organisasi dan membuat anggota organisasi memahami kontribusi dan fungsi mereka di dalam organisasi. Manager tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan dalam penetapan strategi. Strategi merupakan elemen penting yang memberikan penjelasan mengenai cara-cara untuk melaksanakan suatu tindakan

b. Tujuan dan objektivitas (goals and objectivity)
Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectivity) merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap realistis. Tujuan dan objektivitas merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak.

c. Visi (vision)
Visi (Vision) merupakan pandangan bersama mengenai tujuan yang akan dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang mampu memberikan arahan bagi anggota organisasi. Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan “apa yang diinginkan” dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang.

C. Pendekatan Efektivitas Organisasi

Berikut ini merupakan pendekatan yang dilakukan organisasi untuk mencapai tujuan di antaranya,
1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan.

Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga, tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.

Beberapa permasalahan dalam pendekatan ini di antaranya,
a. Apa yang dinyatakan secara resmi oleh sebuah organisasi sebagai suatu tujuan tidak selalu mencerminkan tujuan yang sebenarnya.
b. Tujuan jangka pendek sering kali berbeda dengan tujuan jangka panjangnya.
c. Organisasi yang memiliki tujuan majemuk akan menciptakan kesulitan.

2. Pendekatan Sistem (system approach)
Pendekatan sistem terhadap efektivitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negatif terhadap performa keseluruhan sistem.

Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil.

Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan sistem adalah hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Keunggulan akhir dari pendekatan sistem adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat samar atau tidak dapat diukur.

3. Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)
Pendekatan konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya di masa depan.

Kekurangan dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini.

Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.

4. Pendekatan Nilai-Nilai Bersaing (Competing-values approach)
Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi.

Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar kriteria Efektivitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar mengenai nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.

D. Kriteria Pengukuran Efektivitas Organisasi

Sterss dalam Tangkilisan (2005) mengungkapkan ada lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi di antaranya,
1. Produktivitas. Ketika suatu perusahaan mampu menghasilkan sesuatu  untuk perusahaan dalam jumlah yang besar dan mendatangkan hasil atau manfaat bagi perusahaan. Dan juga bisa menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan.
2. Kemampuan Adaptasi atau Fleksibilitas. Ketika setiap unsur dalam perusahaan seperti karyawan, supervisor, manajer, hingga CEO mampu melakukan adaptasi dengan baik. Di samping itu, mereka juga bisa bekerja secara flexibel.
3. Kepuasan Kerja. Kepuasan dalam bekerja menandakan bahwa perusahaan sudah berhasil dan sukses dalam mencapai tujuan suatu perusahaan. Meski sudah berhasil, perusahaan sebaiknya terus meningkatkan kualitas atau pun kuantitas demi mempertahankan keberhasilannya. Jangan sampai perusahaan terlena dengan kata “puas” lalu tidak melakukan perubahan. Jika seperti itu, bisa-bisa nanti para kompetitor akan membuat inovasi baru yang mengancam perusahaan.
4. Kemampuan Berlaba. Efektivitas organisasi juga dapat diukur dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang banyak bagi perusahaan. itu artinya, perusahaan mampu memproduksi dan menjual barang dengan baik dan benar di tengah persaingan industri yang sangat ketat.
5. Pencarian Sumber Daya. Perusahaan harus pandai mencari sumber saya yang berkualitas. Entah itu sumber daya alam untuk produksi atau pun sumber daya manusia untuk melakukan proses produksi dan penjualan. Sumber daya yang bagus akan menghasilkan produk yang berkualitas. Di mana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk perusahaan. Jadi, perusahaan harus jeli dalam proses mencari sumber daya .

Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2005) menyebutkan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat pula diukur berdasarkan hal berikut di antaranya,
1. Kejelasan Tujuan yang Hendak Dicapai
Tujuan dan rencana yang jelas dapat mempermudah perusahaan dan unsur-unsur di dalamnya mengatur strategi untuk mencapai kesuksesan bersama. Perusahaan harus memiliki goal atau target apa saja yang ingin dicapai, bisa dibuat tabel per bulan, per setengah tahun, atau setahun.  Setelah itu perusahaan bisa melakukan evaluasi apakah targetnya sudah tercapai atau belum.

Jika banyak target yang tercapai, maka perusahaan bisa mempertahankan strategi yang ada. Namun jika mengalami kegagalan, perusahaan bisa mengubah strategi yang telah ada sebelumnya dan membuat strategi baru. Sehingga diharapkan dengan adanya strategi baru tersebut, perusahaan dapat mencapai tujuan dengan baik dan mudah.

2. Kejelasan Strategi Pencapaian Tujuan
Seperti yang tekah dibahas pada poin sebelumnya, setelah memiliki tujuan yang jelas. strategi yang dibuat pun juga harus jelas. Jika perlu strategi tersebut dibuat breakdown satu per satu untuk mempermudah eksekusinya. Setelah di breakdown menjadi turunan-turunan to do list, perusahaan akan lebih terjadwal dan terstruktur dalam pelaksanaan kerja. Sehingga perusahaan pun dapat mencapai efektivitas organisasi

3. Proses Analisis dan Perumusan Kebijakan yang Mantap
Strategi yang telah dibuat terkadang bisa berbenturan dengan kebijakan yang sudah sebelumnya. Di sini, peran manajemen yang ada di perusahaan sangat penting untuk mendiskusikannya. Apakah selanjutnya pihak manajemen perusahaan akan mengubah kebijakan atau tetap mempertahankan kebijakan yang ada pada poin tertentu namun mengubahnya pada poin lainnya.

Semua itu tergantung kebijakan manajemen perusahaan. Dan tentu saja pertimbangannya harus didasarkan pada kebaikan perusahaan. Manajemen tidak boleh egois, karena yang terpenting adalah membuat perusahaan menjadi sukses.

4. Perencanaan yang Matang
Merencanakan sesuatu harus jelas, terukur, dan terstruktur. Mengapa begitu? Karena jika rencana kita tidak jelas kita akan bingung bagaimana mengeksekusi rencana yang telah dibuat. Terukur artinya rencana yang kita buat apakah bisa dikerjakan sumber daya yang ada atau tidak? Misal, untuk mencapai produksi 1000 barang dibutuhkan 100 karyawan. Berati HR harus menambah karyawan. Terstruktur artinya, step by step-nya dilalui dengan baik agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.

Misalkan dalam pembuatan sebuah konten, tim program dan manajer komunikasi melakukan rapat terlebih dahulu, kemudian setelah itu manajer komunikasi dan staffnya melakukan rapat kedua untuk mem-breakdown semua rencana dari rapat sebelumnya. Akhirnya, hasil breakdown tersebut pun siap di eksekusi oleh staff.

5. Penyusunan Program yang Tepat
Dalam membuat sebuah program kerja perusahaan, tim harus menyusunnya dengan tepat. Semua itu dilakukan agar program berjalan sesuai harapan. Program yang paling penting dan mendesak diurutkan pada bagian awal, kemudian program penting tidak mendesak, dan seterusnya. Penyusunannya pun dilakukan disertai waktu pelaksanaan dan tenggat waktu.

6. Tersedianya Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana yang bagus tentu akan menunjang kinerja karyawan. Misalnya saja, fasilitas wifi yang lancar maka karyawan pun akan bekerja lebih cepat dan mudah. Apalagi jika perusahaan bergerak dalam bidang digital, ketergantungan akan internet sangat penting

7. Sistem Pengawasan dan Pengendalian yang Bersifat Mendidik
Kinerja karyawan juga harus diawasi dengan baik. Dan jika terjadi suatu kesalahan, atasan bisa melakukan sesuatu yang mendidik untuk karyawan yang bermasalah.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment