Pengertian Deindustrialisasi, Penyebab, Jenis, Dampak, dan Cara Mencegahnya
Deindustrialisasi |
A. Pengertian Deindustrialisasi
Deindustrialisasi adalah proses kebalikan dari industrialisasi yaitu penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap PDB. Penurunan tersebut mengakibatkan menurunnya nilai tambah rill dalam sektor manufaktur terhadap pendapatan nasional.
International Monetary Fund berpendapat bahwa deindustrialisasi berdampak pada penurunan persentase jumlah pekerja di sektor manufaktur jika dibandingkan dengan total pekerja nasional. Perekonomian nasional mendapat permasalahan cukup serius dikarenakan deindustrialisasi. Penurunan jumlah pekerja di sektor industri sangat berpotensi lemahnya daya beli masyarakat.
B. Penyebab Deindustrialisasi
Secara umum, deindustrialisasi terjadi karena output sektor manufaktur tumbuh lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Di mana hal tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, tidak satu tahun atau dua tahun. Sektor non-manufaktur, yang mana itu biasanya adalah sektor jasa, tumbuh lebih tinggi dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Relokasi pabrik ke luar negeri bisa menyebabkan penurunan output sektor manufaktur. Misalnya, perusahaan tekstil relokasi fasilitas produksi dari negara-negara maju ke negara berkembang seperti Vietnam dan Bangladesh karena upah buruh di sana lebih rendah daripada di negara asal. Karena padat karya, upah yang rendah memungkinkan biaya produksi yang rendah. Strategi bisnis tersebut menjaga harga produk tekstil tetap murah dan kompetitif di pasar global.
Faktor penyebab lainnya adalah daya saing yang menurun, tenaga kerja terampil yang bermigrasi keluar negeri, dan pelarian modal dari perekonomian domestik. Itu mungkin juga disebabkan oleh hubungan industrial yang buruk, investasi barang modal yang tidak mencukupi, gangguan politik, atau kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak mendukung.
Berikut beberapa faktor penyebab deindustrialisasi di antaranya,
1. Daya saing menurun karena, misalnya, meningkatnya daya upah atau buruknya infrastruktur untuk logistik, membuat biaya tenaga kerja lebih mahal. Riset dan pengembangan yang rendah bisa juga faktor penyebab lainnya, mengakibatkan inovasi yang rendah.
2. Tekanan persaingan meningkat. Liberalisasi perdagangan membuat barang luar negeri masuk secara melimpah ke pasar domestik. Itu bisa mengancam pemanufaktur domestik.
3. Jumlah tenaga kerja ahli atau profesional menurun. Misalnya, mereka pindah ke luar negeri untuk mencari kesempatan ekonomi yang lebih baik (fenomena ini dikenal dengan brain drain).
4. Pelarian modal di mana banyak pemanufaktur menarik investasi mereka. Itu mungkin disebabkan oleh guncangan politik atau kebijakan pemerintah dan ekonomi yang tidak mendukung, yang mana berlangsung lama.
5. Investasi baru rendah. Sehingga, lebih sedikit fasilitas produksi dibangun dan lebih sedikit pekerjaan baru yang tercipta. Kemajuan teknologi tumbuh pesat seperti di negara maju. Itu pada akhirnya mengarah pada pertumbuhan sektor jasa yang lebih pesat daripada sektor manufaktur.
6. Pemerintah mengambil langkah untuk mendorong pertumbuhan sektor jasa, misalnya karena memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada sektor manufaktur.
7. Pola belanja konsumen berubah. Mereka lebih banyak menghabiskan proporsi ke jasa daripada barang. Itu mendorong banyak bisnis baru berdiri di sektor jasa daripada di sektor manufaktur.
8. Praktik offshoring meningkat. Pemanufaktur relokasi fasilitas produksinya ke luar negeri dan memilih fokus pada layanan. Contohnya adalah keputusan Apple untuk mengalihdayakan produksi ke negara di luar Amerika Serikat.
C. Jenis Deindustrialisasi
Menurut Rowthorn dan Wells, deindustrialisasi ini dibagi menjadi dua jenis di antaranya,
1. Deindustrialisasi Positif
Tentu kita tahu bahwa deindustrialisais merupakan kondisi di mana sektor industri nasional berhenti berkembang karena pembangunan ekonomi yang sudah mencapai puncaknya. Hal ini menyebabkan berkurangnya ruang sektor industri untuk tumbuh.
Meski demikian, deindustrialisasi positif ini tidak membahayakan kesehatan ekonomi suatu Negara. Bahkan kondisi ini mampu meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas sehingga mengurangi pengangguran di Indonesia.
2. Deindustrialisasi Negatif
Deindustrialisasi negatif berbanding terbalik dengan deindustrialisasi positif, kondisi deindustrialisasi negatif terjadi karena adanya ketidakseimbangan struktural perekonomian di Indonesia sehingga mencegah pertumbuhan full employment pada suatu Negara. Hal ini biasa disebut sebagai fenomena patologis atau pathological phenomenon.
Fenomena tersebut terjadi karena kinerja industri manufaktur nasional yang memburuk. Hal ini disebabkan produktivitas industri manufaktur yang berhenti dan melambat sehingga kontribusi terhadap perekonomian nasional mengalami penurunan akibat kalah kompetisi. Disisi lain, jumlah pengangguran yang meningkat dari sektor manufaktur tidak dapat terserap oleh sektor jasa karena perekonomian yang melambat.
D. Dampak Deindustrialisasi
1. Dampak Positif
a. Lebih banyak pendapatan
Transisi dari sektor manufaktur ke sektor jasa membawa kesejahteraan dan penghasilan yang lebih tinggi. Sektor jasa memiliki nilai tambah lebih tinggi bagi perekonomian. Beberapa perusahaan mengalihdayakan manufakturnya ke luar negeri dan fokus ke jasa karena memberikan lebih banyak keuntungan jangka panjang. Selain itu, mereka juga dapat menghemat biaya dengan merelokasi pabriknya ke negara-negara dengan upah rendah atau dekat dengan sumber bahan baku.
Peningkatan kesejahteraan juga berlangsung di luar negeri. Relokasi membawa aliran modal masuk ke negara tujuan. Misalnya, pemanufaktur Amerika Serikat mengalihkan fasilitas produksinya di Indonesia. Itu membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia, baik terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja maupun pendapatan.
b. Produktivitas lebih tinggi.
Karena menghasilkan lebih banyak nilai tambah, output per pekerja juga meningkat. Berkurangnya degradasi lingkungan di perekonomian domestik. Bisnis manufaktur mengeluarkan polusi, yang mana merusak lingkungan. Berkurangnya aktivitas manufaktur berarti berkurangnya dampak negatif ke lingkungan.
2. Dampak Negatif
a. Meningkatnya pengangguran struktural
Hal ini terjadi karena pekerjaan di manufaktur tertentu hilang. Meski lapangan pekerjaan lain tersedia, namun faktor seperti spesialisasi, menghambat mobilitas tenaga kerja. Maksud saya, pekerja tidak memiliki keterampilan alternatif untuk mencari pekerjaan ketika pemanufaktur mereka bangkrut atau merelokasi pabriknya ke luar negeri. Spesialisasi membuat mereka ahli untuk pekerjaan mereka saat ini, tapi tidak memiliki diversifikasi keterampilan. Akibatnya, keahlian mereka tidak lagi sesuai dengan permintaan pasar.
Apa lagi, sektor jasa sekarang juga lebih banyak mengandalkan teknologi daripada pekerja. Perubahan teknologi memungkinkan produksi yang lebih efisien dengan menggeser pekerjaan manual menjadi otomatis – itulah yang Schumpeter katakan sebagai “penghancuran kreatif (creative destruction)”. Pada akhirnya, itu semakin berdampak signifikan terhadap tingkat pengangguran struktural jika, misalnya, tidak didukung dengan sistem pendidikan atau pelatihan yang memadai.
b. Defisit transaksi berjalan yang persisten
Karena output manufaktur berkurang, perekonomian mengandalkan impor, membeli dari luar negeri untuk memenuhi konsumsi domestik. Di sisi lain, ekspor produk cenderung menyusut karena output manufaktur berkurang. Katakanlah, sektor jasa tumbuh pesat. Dalam kasus tersebut, deindustrialisasi berdampak signifikan dalam menekan neraca perdagangan jika input sektor jasa lebih banyak mengandalkan impor, seperti perangkat teknologi.
c. Pengurangan wajib pajak
Pengangguran yang lebih tinggi dan penurunan aktivitas manufaktur mengurangi sumber-sumber potensial untuk pungutan pajak pemerintah. Itu pada gilirannya dapat menyebabkan pemotongan layanan publik. Meningkatnya tekanan lingkungan di negara tujuan investasi pemanufaktur. Ketika pemanufaktur mengalihkan pabrik mereka ke luar negeri, itu berarti mereka memindahkan potensi emisi polusi ke negara tujuan, biasanya negara berkembang.
Di satu sisi, negara tujuan bisa jadi tidak memiliki kebijakan atau peraturan lingkungan yang memadai. Karena mengelola polusi memunculkan biaya, itu membuat pemanufaktur asing lebih leluasa. Di sisi lain, negara tujuan berusaha juga berusaha menarik investasi pemanufaktur asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lebih banyak pekerjaan bagi warga mereka. Karena rasio modal per pekerja yang rendah, investasi masuk asing membuat mereka menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
E. Cara Mencegah Deindustrialisasi
Deindustrialisasi positif tentu tidak akan menjadi masalah, namun bagaimana jika deindustrialisasi negatif, tentu harus dicegah. Berikut beberapa upaya mencegah deindustrialisasi negatif di antaranya,
1. Meningkatkan Kualitas SDM Dalam Bidang Industry. Sumber daya manusia merupakan unsur terpenting dalam bergeraknya perindustrian nasional. Karena itu, pemerintah haruslah memperhatikan pembangunan kualitas SDM industri seperti adanya pelatihan, meningkatkan kreativitas dan daya inovasi, serta menyediakan sumber pembiayaan pelatihan SDM tersebut.
2. Menciptakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri Secara Merata. Untuk menghindari menurunnya produktivitas industri dalam negeri, maka pemerintah dapat menciptakan wilayah pusat industri. Hal ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya sektor industri yang dapat mendongkrak sektor industri nasional.
3. Menciptakan Industri Berskala Besar. Dengan adanya perbaikan sistem intensif di sektor industri maka dapat merangsang motivasi pekerja sektor industri untuk semakin optimal dalam memberikan keahliannya.
4. Memperbaiki Sistem Intensif di Sektor Industri. Penggunaan teknologi dalam dunia industri sudah terbukti mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri. Sehingga industri di Indonesia harus mengimplementasikan berbagai teknologi mutakhir sebagai pusat operasional industri.
5. Mendorong Pertumbuhan UMKM. Dengan mengoptimalkan industri UMKM maka dapat memberikan dampak besar pada kemajuan perekonomian dan sektor industri nasional.
6. Menciptakan Mekanisme Perizinan yang Fleksibel dan Efisien. Pemerintah sebaiknya memikirkan cara untuk menciptakan alur birokrasi yang fleksibel dan efisien agar tidak langsung mendongkrak kemampuan industri nasional.
7. Melakukan Diversifikasi Manufaktur. Diversifikasi sektor manufaktur harus diiringi dengan meningkatnya kualitas industri agar dapat tergabung dalam bagian global value chain yang mampu mendorong pertumbuhan industri nasional.
8. Melakukan Perbaikan Kebijakan Fiskal Moneter. Kebijakan fiskal dan moneter yang dirombak pemerintah harus berfokus pada penguatan posisi keuangan di Indonesia guna menghadapi defisit CAD tingkat terbatas.
Dari berbagai sumber
Post a Comment