Pengertian Resesi Ekonomi, Indikator, Penyebab, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Table of Contents
Pengertian Resesi Ekonomi
Resesi Ekonomi

A. Pengertian Resesi

Resesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri). Dalam ekonomi makro resesi (recession) atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Resesi dapat juga diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi.

Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi, yaitu suatu keadaan terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: "sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan."

Resesi Menurut Para Ahli
NBER (National Bureau of Economic Research), yaitu Biro Riset Ekonomi Nasional di Amerika Serikat, keadaan ekonomi suatu negara dapat dikatakan mengalami resesi jika terjadi penurunan signifikan pada kegiatan perekonomian secara serentak di berbagai sektor dan berlangsung selama beberapa bulan.

B. Indikator Resesi Ekonomi

Kemerosotan ekonomi yang menimbulkan resesi dapat diukur dengan beberapa indikator di antaranya,
1. Produksi dan Konsumsi Tidak Seimbang
Kegiatan produksi dan konsumsi sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam hal ini, tingkat konsumsi harus seimbang dengan tingkat produksi. Jika konsumsi dalam negeri tinggi namun tidak diimbangi dengan produksi yang tinggi, maka akan terjadi kelangkaan. Sebaliknya, jika produksi yang tinggi tidak diimbangi dengan konsumsi yang tinggi maka akan terjadi penumpukan stok. Jadi, ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi di suatu negara dapat menjadi indikator pertama terjadinya resesi ekonomi di suatu negara.

2. Pertumbuhan Ekonomi Lambat atau Merosot
Kondisi perekonomian suatu negara ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut, yaitu pendapatan nasional atau Gross Domestic Product (GDP). Suatu negara memiliki perekonomian yang baik jika tingkat pertumbuhan ekonominya naik. Namun, jika pertumbuhan ekonominya melambat atau merosot selama dua kuartal secara berturut-turut, maka ini menjadi pertanda negara tersebut mengalami resesi.

3. Tingkat Pengangguran Tinggi
Kegiatan produksi sangat mempengaruhi perekonomian suatu negara. Dalam hal ini, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi. Namun, jika lapangan pekerjaan tidak ada, maka akan menimbulkan tingginya angka pengangguran. Angka pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini kemudian akan menjadi penyebab terjadinya resesi di suatu negara.

4. Terjadi Inflasi atau Deflasi
Seperti kita ketahui, inflasi adalah keadaan perekonomian di suatu negara di mana terjadi kecenderungan kenaikan harga-harga barang dan jasa. Hal ini membuat daya beli masyarakat menurun. Sebaliknya, deflasi adalah penurunan harga-harga barang dan jasa secara terus-menerus dalam periode yang relatif singkat. Penurunan harga-harga barang dan jasa ini mengakibatkan laba perusahaan akan menurun dan mempengaruhi GDP suatu negara. Keduanya dapat menjadi indikator bahwa suatu negara sedang memasuki masa resesi.

5. Nilai Impor Lebih Besar dari Nilai Ekspor
Secara umum, setiap negara melakukan ekspor dan impor dalam kegiatan perekonomiannya. Selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, kegiatan ekspor dan impor juga menjadi wadah untuk bekerjasama dengan negara lain. Tingkat ekspor dan impor sebaiknya harus seimbang karena jika nilai impor lebih tinggi daripada ekspor, maka hal ini dapat memicu terjadinya resesi karena anggaran belanja negara mengalami defisit.

C. Penyebab Resesi

Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan resesi di antaranya,
1. Produksi dan Konsumsi yang Tidak Seimbang
Keseimbangan antara produksi dan konsumsi atau daya beli masyarakat merupakan dasar pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila produksi dan konsumsi tidak seimbang, akan terjadi masalah pada siklus ekonomi. Jika produksi yang tinggi tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang tinggi pula, maka akan mengakibatkan penumpukan persediaan barang.
Sebaliknya, jika produksi rendah sedangkan daya beli masyarakat tinggi sehingga menyebabkan kebutuhan masyarakat tak terpenuhi, maka negara harus melakukan impor. Dan hal tersebut menyebabkan penurunan laba perusahaan dan lemahnya pasar modal.

2. Utang yang Berlebihan
Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak utang, dan tak mampu membayar tagihan mereka, dapat menyebabkan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian.

3. Penggelebungan Aset
Penggelembungan aset terjadi ketika investasi didorong oleh emosi. Misalnya pada 1990-an saat pasar saham mendapat keuntungan besar. Mantan Pemimpin FED, Alan Greenspan sering mengungkapkan istilah dengan nama "kegembiraan irasional." Investasi yang didorong oleh emosi ini menggembungkan pasar saham, sehingga ketika gelembungnya pecah, maka akan terjadi panic selling yang tentunya dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.
 
4. Inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk bagi ekonomi. Tetapi inflasi yang berlebihan dapat membahayakan resesi. Bank Sentral Amerika Serikat maupun Bank Indonesia, umumnya menaikkan suku bunga untuk menekan aktivitas ekonomi. Inflasi yang tak terkendali adalah masalah yang pernah dialami Amerika Serikat pada tahun 1970-an.

5. Deflasi
Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, yang selanjutnya menekan harga. Ketika deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja, mana hal ini berdampak pada ekonomi suatu negara. Deflasi yang tak terkendali pernah dialami Jepang yang menyebabkan resesi. Jepang berjuang sepanjang tahun 1990-an untuk keluar dari resesi tersebut.

D. Dampak Resesi Ekonomi

Resesi jelas bukanlah kondisi yang menguntungkan bagi perekonomian. Saat resesi ekonomi terjadi hampir semua jenis bisnis baik yang berskala besar maupun berskala kecil akan terkena dampaknya. Hal ini kemudian akan diperparah lagi dengan kondisi kredit yang kian ketat, di mana permintaan atau pengajuan permohonannya menurun atau menjadi lebih lambat, sehingga menciptakan kekhawatiran, ketidakpastian dan ketakutan secara umum.

Resesi Ekonomi sendiri tidak hanya berpengaruh terhadap pemerintah, tetapi juga perusahaan maupun kehidupan individu.
1. Dampak Resesi Kepada Pemerintahan
Dampak yang paling terasa adalah Jumlah pengangguran yang kian meningkat. Pemerintah kemudian dituntut untuk segera menemukan solusi mengakhiri resesi sehingga lapangan kerja kembali terbuka guna menyerap tenaga kerja. Selain itu Pinjaman pemerintah juga akan melonjak tinggi sebab Pemerintah di setiap negara pasti membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pembangunan negara.

Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dan nonpajak juga menjadi sangat rendah, sebab saat resesi pekerja menerima penghasilan lebih rendah, sehingga pemerintah menerima pajak penghasilan yang lebih rendah, harga properti lebih rendah sehingga perolehan pajak dari jual beli properti tersebut lebih rendah, pengeluaran masyarakat juga cenderung lebih rendah, sehingga berpengaruh pada pendapatan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang lebih rendah pula.

Selain itu pembangunan tetap dituntut untuk terus dilakukan di berbagai sektor pemerintahan termasuk di antaranya menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan pengeluaran pemerintah dalam hal pembayaran kesejahteraan rakyat, seperti tunjangan atau bantuan sosial, subsidi, dan lain sebagainya. Penurunan pendapatan pajak dan meningkatnya pembayaran kesejahteraan mengakibatkan defisit anggaran dan kian meningginya utang pemerintah.

2. Dampak Resesi Pada Perusahaan
Bisnis sangat mungkin mengalami kebangkrutan akibat terjadinya resesi, hal ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti ekonomi negatif, tergerusnya sumber daya riil, krisis kredit, jatuhnya harga aset berbasis utang, dan lainnya. Ketika bisnis gagal, perusahaan mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Saat penurunan pendapatan terjadi kemudian memicu efek domino terhadap kehidupan ekonomi pekerjanya. Bagi pekerja yang terkena PHK akan kehilangan seluruh pendapatannya.

Sementara pekerja yang terkena penurunan upah kemudian akan kehilangan sebagian pendapatannya. Pendapatan yang menurun, kemudian turut mempengaruhi turunnya daya beli masyarakat. Bagi yang terkena PHK akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Di saat daya beli masyarakat menurun, potensi perusahaan untuk meningkatkan pendapatan pun semakin kecil. Kondisi inilah yang akan mengancam kelancaran arus kasnya.

Apalagi dengan terjadinya resesi, masyarakat tentunya lebih berhati-hati dalam menggunakan uangnya. Sehingga tingkat permintaan terhadap barang dan jasa mengalami penurunan. Permintaan yang menurun, tentu saja akan turut menurunkan laba perusahaan. Bahkan apabila permintaan tidak ada sama sekali perusahaan berisiko mengalami kerugian besar hingga bangkrut. Yang dapat dilakukan kemudian pengambilan langkah strategis, perang harga.

Dalam suatu perang harga, perusahaan kemudian akan menggantungkan dirinya pada pangsa pasar, mereka akan melakukan pemotongan harga besar-besaran untuk menarik minat beli pada konsumen, tentu saja hal ini akan berefek pada berkurangnya profitabilitas. Profitabilitas yang berkurang kemudian turut memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan cara menutup area bisnis yang kurang menguntungkan dan memotong biaya operasional. Dalam upaya pemotongan tersebut tak jarang perusahaan kemudian menurunkan upah pekerja, atau melakukan Pemutusan Hak Kerja.

3. Dampak Resesi Pada Pekerja
Resesi memberikan Dampak nyata pada para pekerja yaitu dengan pemutusan hubungan kerja, yang kemudian menjadikannya pengangguran dan membuatnya kehilangan pendapatan utama, Padahal pengangguran ini juga dituntut untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya baik pada dirinya sendiri maupun keluarganya.

Masalah pengangguran sendiri tak hanya menimbulkan dampak pada perekonomian tapi juga pada ranah sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi sendiri menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya ketidakstabilan sosial, yang mengarah kepada vandalisme dan kerusuhan di masyarakat. Bahkan, pengangguran massal juga dapat mengancam tatanan sosial kehidupan berbangsa dan bernegara.

E. Langkah Pencegahan Resesi

Indonesia tengah berjuang agar tidak masuk ke jurang resesi ekonomi sebab beberapa negara lainnya telah mulai memasuki gelombang resesi seperti pada Singapura dan Korea Selatan. Berikut ini beberapa Langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah terjadinya resesi di antaranya,
1. Belanja Pemerintah Besar-Besaran
Pemerintah berencana melakukan belanja besar-besaran untuk menghadapi ancaman resesi sehingga permintaan dalam negeri meningkat dan dunia usaha tergerak untuk berinvestasi. Dengan cara ini, maka kontraksi ekonomi akibat efek domino Covid-19 dapat diredam.

Belanja pemerintah sendiri menjadi salah daya ungkit yang digunakan untuk memulihkan perekonomian di saat krisis akibat pandemi Covid-19 ini melanda. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia sendiri tercatat hanya berkontribusi kurang lebih 14,5 pada PDB negara.

2. Bantuan UMKM
UMKM menjadi salah satu sektor dengan kondisi paling berat akibat pandemi Covid-19. Pemerintah kemudian menyiapkan berbagai program untuk mengungkit sektor ini agar Kembali bergeliat. Setelah sebelumnya mengeluarkan kebijakan restrukturisasi dan subsidi bunga kredit bagi para UMKM.

Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi kemudian juga menyiapkan dua program lain, yaitu bantuan UMKM produktif dan kredit berbunga rendah. Program bantuan ini ditunjukkan dalam bentuk grant dan bukan pinjaman.

Bantuan tersebut diharapkan tak hanya dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, melainkan juga untuk memulai usaha. Program tersebut menyasar hingga 12 juta pelaku UMKM. Tak hanya itu bantuan ini juga akan difasilitasi ke sejumlah program kredit berbunga rendah dengan target para pengusaha, khususnya yang terkena pemutusan hubungan kerja dan pemilik usaha rumah tangga. Program ini direncanakan terintegrasi dengan program bantuan UMKM produktif.

3. Penempatan Dana di Perbankan dan Penjaminan Kredit Modal Kerja untuk Korporasi
Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah untuk memutar kembali roda ekonomi, antara lain dengan melakukan penempatan dana di perbankan. Kemudian para bank sudah menyalurkan dana tersebut dalam skala yang cukup besar. Pemerintah juga telah meluncurkan berbagai program penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Perbankan kemudian menandatangani perjanjian penjaminan terutama pada sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak memiliki pekerja.

Fasilitas penjaminan kredit modal ini ditujukan bagi para pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha ekspor padat karya dengan karyawan minimal 300 karyawan. Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Besaran tambahan kredit modal ini sendiri bernilai antara Rp 10 miliar sampai dengan Rp 1 triliun. Skema penjaminan adalah porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.

Selanjutnya, pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp 300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp 300 miliar sampai Rp 1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp 100 triliun.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment