Pengertian Perkosaan, Jenis, dan Tindak Pidana Perkosaan

Table of Contents
Pengertian Perkosaan
Perkosaan

A. Pengertian Perkosaan

Perkosaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari istilah perkosa, memerkosa yang memiliki arti,
1. menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol;
2. melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan.

Menurut Bismar Siregar perkosaan dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi dimaksudkan sebagai pemaksaan kehendak seseorang pada umumnya pria, tetapi bukan mustahil juga wanita kepada orang lain. Paksaan ini didorong oleh keinginan yang tidak terkendali walaupun ada saluran resmi atau halal tetapi dilakukan secara tidak halal.

Sementara menurut Hariyanto (1997:97), pemerkosaan merupakan perbuatan kriminal yang terjadi ketika seseorang memaksa orang lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, secara paksa atau dengan cara kekerasan. Istilah perkosaan berasal dari bahasa latin, yaitu rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi.

Perkosaan Menurut Para Ahli
1. Black's Law Dictionary, perkosaan adalah hubungan seksual yang melawan hukum/tidak sah dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya. Persetubuhan secara melawan hukum/tidak sah terhadap seorang perempuan oleh seorang laki-laki dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendaknya. Tindak persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika perlawanan perempuan tersebut diatasi dengan kekuatan dan ketakutan, atau di bawah keadaan penghalang (Santoso, 1997:17).
2. Prodjodikoro (1986:117), perkosaan terjadi apabila seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu.
3. Soetandyo Wignjosoebroto, pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar (Marzuki, 1997:25).
4. R. Sugandhi (1980:302), pemerkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.

B. Jenis Perkosaan

Terdapat beberapa jenis perkosaan. Hasbianto & Triningtyasasih (dalam Fausiah, 2002) menggolongkan jenis-jenis perkosaan di antaranya,
1. Berdasarkan Pelakunya
a. Perkosaan oleh orang yang dikenal. Perkosaan jenis ini dilakukan oleh teman atau anggota keluarga (ayah, paman, atau saudara).
b. Perkosaan oleh pacar (dating rape). Yaitu perkosaan yang terjadi ketika korban berkencan dengan pacarnya. Kebanyakan karena dikondisikan berkencan di tempat yang sepi. Sering kali diawali dengan cumbuan, dan diakhiri dengan pemaksaan hubungan seksual.
c. Perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Biasanya terjadi pada istri yang memiliki ketergantungan kepada suami, atau karena adanya anggapan bahwa istri merupakan obyek seksual suami. Bentuknya adalah pemaksaan hubungan pada waktu atau dengan cara yang tidak dikehendaki oleh istri.
d. Perkosaan oleh orang asing/tidak dikenal. Perkosaan jenis ini sering disertai tindakan kejahatan lain, seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.

2. Berdasarkan Cara Melakukannya
a. Perkosaan dengan janji-janji atau penipuan. Misalnya dengan janji korban akan dinikahi, tidak akan ditinggalkan.
b. Perkosaan dengan ancaman halus. Biasanya terjadi pada korban yang memiliki ketergantungan sosial/ekonomi pada pelaku, seperti majikan pada pembantu atau guru pada murid.
c. Perkosaan dengan paksaan fisik, yang dilakukan dengan ancaman menggunakan senjata, ataupun dengan kekuatan fisik.
d. Perkosaan dengan memakai pengaruh tertentu (penggunaan obat-obatan, hipnotis). Perkosaan jenis ini dilakukan dengan cara menghilangkan kesadaran korban terlebih dahulu, baik dengan memakai obat, hipnotis.

Sementara Foley & Davies (dalam Fausiah, 2002) mengemukakan pembagian lain dari perkosaan di antaranya,
1. Percobaan perkosaan (attempted rape), dimana pelaku sudah melakukan usaha penetrasi kepada korban, namun tidak dapat melakukannya sepenuhnya karena sesuatu hal. Misalnya adanya interupsi dari polisi atau orang lain.
2. Statutory rape, yaitu hubungan seksual antara orang yang usianya 18 tahun atau lebih (dewasa) dengan seseorang yang berusia kurang dari 14 tahun, dan bukan merupakan pasangannya. Pada perkosaan jenis ini pembatasan hanya dari segi umur. Sehingga hubungan seksual atas dasar suka-sama suka yang dilakukan di luar persetujuan orang tua dapat masuk dalam kategori ini.
3. Incest, adalah hubungan seksual, pernikahan, atau kohabitasi dengan keluarga sedarah tanpa memandang legitimasi dari tindakan tersebut. Definisi incest kemudian berkembang dengan memasukkan hubungan seksual antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
4. Indecent assault, yang meliputi tindakan memegang “daerah pribadi” pada tubuh seseorang (daerah kelamin, payudara, atau pantat) yang bukan pasangannya, dalam keadaan di mana korban mengetahui bahwa tindakan semacam itu berbahaya atau tidak menyenangkan.
5. Involuntary deviate sexual intercouse, yaitu intercousse secara oral maupun anal dengan seseorang tanpa persetujuannya, baik dengan ancaman atau paksaan, pada kondisi korban yang tidak sadar, terbelakang mental, atau di bawah usia 14 tahun.
6. Kekerasan seksual pada anak, adalah hubungan seksual yang dipaksakan pada anak-anak oleh orang lain.

C. Tindak Pidana Perkosaan

Ketentuan mengenai hukuman bagi tindak pidana perkosaan berdasarkan Undang-undang di antaranya,
1. Pasal 285 KUHP
Berbunyi: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Pasal 286 KUHP
Berbunyi: Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahui perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

3. Pasal 287 KUHP
Berbunyi:
a. Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau jika umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawini, diancam pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
b. Penuntutan hanya berdasarkan pengaduan, kecuali jika perempuannya belum sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

4. Pasal 288 KUHP
Berbunyi:
a. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang perempuan yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawini, apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
b. Jika perbuatannya mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, dijatuhi pidana penjara paling lama dua belas tahun.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment