Pengertian Metakognisi, Komponen, Indikator, Langkah, Contoh, dan Manfaatnya
Metakognisi |
A. Pengertian Metakognisi
Metakognitif (metacognition) adalah kemampuan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif. Metakognisi adalah kesadaran, keyakinan dan pengetahuan seseorang tentang proses dan cara berpikir pada hal-hal yang mereka lakukan sendiri sehingga meningkatkan proses belajar dan memori.
Kata metakognisi terdiri dari dua kata, yaitu meta dan kognisi. Meta artinya setelah, melebihi, atau di atas. Sedangkan kognisi adalah mencakup keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir. Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri, sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Metakognisi merupakan aktivitas mental yang menjadikan seseorang dapat mengatur, mengorganisasi dan memantau seluruh proses berpikir yang dilakukan selama menyelesaikan masalah. Istilah metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976, yaitu seorang psikolog dari Universitas Stanford.
Metakognisi Menurut Para Ahli
1. John Flavell (1976), metakognisi merupakan pemikiran tentang pemikiran (thinking about thinking) atau pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya (One’s knowledge concerning one’s own cognitive processes).
2. Wilson dan Clarke (2004), metakognisi adalah suatu kesadaran peserta didik (awarenes), pertimbangan (consideration) dan pengontrolan atau pemantauan terhadap strategi serta proses kognitif diri mereka sendiri.
3. Zakariya (2015), metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang sistem kognitifnya, berpikir seseorang tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial seseorang dalam belajar untuk belajar.
4. Herman dan Suryadi (2008), metakognisi merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada saat melakukan tugas tertentu kemudian menggunakan kesadarannya untuk mengontrol apa yang dilakukannya.
5. Desmita (2009), metakognisi adalah pengetahuan eksplisit yang dimiliki manusia tentang cara berpikir dan pada aturan yang mereka buat sendiri sehingga mereka dapat menjalankannya ketika menerapkan pengetahuan tersebut.
6. Ormrod (2009), metakognisi merupakan pengetahuan dan keyakinan mengenai proses-proses kognitif seseorang, serta usaha-usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses berperilaku dan berpikir sehingga meningkatkan proses belajar dan memori.
B. Komponen Metakognisi
Komponen metakognisi ada dua menurut Flavell (Desmita, 2010) di antaranya,
1. Pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge)
Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang diperoleh tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif. Pengetahuan metakognisi juga diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang yang dapat diaktifkan atau dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja atau secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu.
Pengetahuan metakognisi terdiri dari tiga jenis di antaranya,
a. Pengetahuan deklaratif yang mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-konsep yang dimiliki seseorang atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan perhatiannya dalam memecahkan masalah.
b. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana melakukan langkah-langkah atau strategi-strategi dalam suatu proses pemecahan masalah.
c. Pengetahuan kondisional yang mengacu pada kesadaran seseorang akan kondisi yang mempengaruhi dirinya dalam memecahkan masalah, yaitu: kapan suatu strategi seharusnya diterapkan, mengapa menerapkan suatu strategi dan kapan strategi tersebut digunakan dalam memecahkan masalah.
2. Pengalaman metakognisi (metacognitive experimences)
Pengalaman atau regulasi metakognisi adalah pengaturan kognisi dan pengalaman belajar seseorang yang mencakup serangkaian aktivitas yang dapat membantu dalam mengontrol kegiatan belajarnya. Pengalaman-pengalaman metakognisi melibatkan strategi-strategi metakognisi atau pengaturan metakognisi. Strategi-strategi metakognisi merupakan proses-proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai.
Pengalaman metakognisi terdiri dari tiga proses di antaranya,
a. Proses Perencanaan. Proses perencanaan merupakan keputusan tentang berapa banyak waktu yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, strategi apa yang akan dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya, dan mana yang harus diikuti atau tidak dilaksanakan lebih dulu.
b. Proses Pemantauan. Proses pemantauan merupakan kesadaran langsung tentang bagaimana kita melakukan suatu aktivitas kognitif. Proses pemantauan membutuhkan pertanyaan seperti: adakah ini memberikan arti?, dapatkah saya untuk melakukannya lebih cepat? dan lain-lain.
c. Proses Evaluasi. Proses evaluasi memuat pengambilan keputusan tentang proses yang dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Misalnya, dapatkah saya mengubah strategi yang dipakai? apakah saya membutuhkan bantuan? dan lain-lain.
C. Indikator Metakognisi
Kemampuan metakognisi berkaitan dengan proses berpikir siswa tentang berpikirnya agar menemukan strategi yang tepat dalam memecahkan masalah. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Kemampuan metakognisi sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah agar dalam bekerja siswa lebih sistematis dan terarah serta mendapatkan hasil yang baik.
Kemampuan metakognisi seseorang terdiri dari beberapa tingkatan menurut Swartz dan Perkins (Mahromah, 2012) di antaranya,
1. Tacit use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tanpa berpikir tentang keputusan tersebut. Dalam hal ini, siswa menerapkan strategi atau keterampilan tanpa kesadaran khusus atau melalui coba-coba dan asal menjawab dalam menyelesaikan masalah.
2. Aware use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan kesadaran siswa mengenai apa dan mengapa siswa melakukan pemikiran tersebut. Dalam hal ini siswa menyadari bahwa dirinya harus menggunakan suatu langkah penyelesaian masalah dengan memberikan penjelasan mengenai alasan pemilihan langkah tersebut.
3. Strategic use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan individu dalam proses berpikirnya secara sadar dengan menggunakan strategi-strategi khusus yang dapat meningkatkan ketepatan berpikirnya. Dalam hal ini, siswa sadar dan mampu menyeleksi strategi atau keterampilan khusus untuk menyelesaikan masalah.
4. Reflective use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan refleksi individu dalam proses berpikirnya sebelum dan sesudah atau bahkan selama proses berlangsung dengan mempertimbangkan kelanjutan dan perbaikan hasil pemikirannya. Dalam hal ini, siswa menyadari dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan dalam langkah-langkah penyelesaian masalah.
Kemampuan metakognisi seseorang dapat diketahui melalui tiga komponen atau elemen dasar di antaranya,
1. Indikator Perencanaan
a. Menentukan informasi awal dan petunjuk awal yang berkaitan dengan permasalahan.
b. Menentukan/menyusun hal-hal yang harus dilakukan.
c. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.
d. Memastikan kesesuaian informasi dengan permasalahan.
2. Indikator Pemantauan
a. Mengatur setiap langkah berjalan dengan baik.
b. Menganalisa informasi yang penting untuk diingat.
c. Memutuskan langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya apakah perlu terjadi perubahan atau pindah pada petunjuk lain.
d. Memutuskan langkah yang harus dilakukan jika menemui kendala.
3. Indikator Penilaian
a. Memeriksa kembali setiap langkah-langkah telah berjalan dengan baik.
b. Memeriksa kembali apakah diperlukan pertimbangan khusus lain dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
c. Memperkirakan kemungkinan cara lain yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
d. Memperkirakan kemungkinan penggunaan strategi yang telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan lain.
D. Langkah Metakognisi
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode metakognisi menurut Apriani (2012) di antaranya,
1. Tahap diskusi awal (Introductory Discussion)
Pertama-tama guru menjelaskan tujuan tentang topik yang akan dipelajari. Setiap siswa dibagi bahan ajar, dan penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Siswa dibimbing menanamkan kesadaran dengan bertanya dan menjawab kepada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar.
Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa diharapkan dapat memahami uraian materi dan sadar apa yang dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum dipahami pertanyaan apa yang timbul dan bagaimana upaya untuk mencari solusinya. Contoh pertanyaannya seperti: Apakah saya memahami semua uraian materi tadi?, Jika tidak memahami, apa yang ingin saya tanyakan? Mendiskusikan pertanyaan tersebut dengan teman sekelompok. Apa hasil diskusi tersebut?
2. Tahap Kerja Mandiri/Individu (Independent Work)
Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakan secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan pengaruh timbal balik secara individual. Pengaruh timbal balik metakognitif akan menuntun siswa untuk memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan tetapi juga menuntun proses berpikirnya agar siswa menemukan jawaban yang benar.
3. Tahap Penyimpulan
Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang telah dilakukan dikelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang kamu pelajari hari ini?, Apa yang kamu pelajari tentang diri kamu sendiri dalam menyelesaikan soal matematika yang diberikan?
E. Contoh metakognisi
Ada banyak contoh metakognisi. Kita dapat mengatakan bahwa kita sedang berlatih metakognisi ketika:
1. Kita menyadari proses pembelajaran kita sendiri. Artinya, kita bisa mengamati dan menganalisisnya dari luar.
2. Kita menyadari proses mental yang kita gunakan setiap saat.
3. Kita merenungkan bagaimana kita belajar.
4. Kita mengontrol penggunaan strategi pembelajaran yang paling tepat dalam setiap kasus.
5. Kita mempertahankan motivasi untuk waktu yang lama hingga tugas selesai.
6. Kita menyadari hal-hal internal atau eksternal yang mengganggu kita dan kita berusaha untuk mengabaikannya dan memenuhi tujuan.
7. Waspadai kelemahan dan kekuatan kita dalam hal bidang kognitif. Misalnya: “Saya mengalami kesulitan mengingat tanggal, meskipun saya memiliki memori yang sangat baik Untuk mengingat gambar dan elemen visual lainnya.”
8. Mengenali apakah tugas tertentu akan menjadi rumit untuk dipahami.
9. Ketahui strategi apa yang digunakan dan apakah sesuai untuk kegiatan yang akan dilakukan. Sebagai contoh: “Jika saya menulis di atas kertas konsep-konsep kunci dari teks ini, saya akan menghafalnya dengan lebih baik.” Atau, “Mungkin saya akan lebih mudah memahami subjek jika saya membacanya dengan cepat.”
10. Kita menyadari bahwa strategi tertentu tidak berhasil dan kita mencoba melakukan yang berbeda. Mungkin juga kita menyadari bahwa ada strategi lain yang lebih baik atau lebih nyaman dan efisien.
11. Sebelum melakukan kegiatan apa pun, kita merencanakan diri dengan bertanya pada diri sendiri apa tujuannya, strategi apa yang akan kita gunakan, dan mana yang telah kita lakukan di masa lalu yang dapat membantu kita.
12. Kita bertanya-tanya tentang proses tugas yang telah kita selesaikan. Jika kita dapat menggunakan strategi lain atau jika hasilnya telah diharapkan.
F. Manfaat Metakognisi
Metakognisi penting dalam pendidikan karena telah terbukti penting untuk keberhasilan pembelajaran. Siswa yang sering menggunakan keterampilan metakognitif mereka mencapai skor tes yang lebih baik dan melakukan pekerjaan lebih efisien. Para siswa ini dengan cepat mengidentifikasi strategi apa yang digunakan untuk tugas dan fleksibel untuk menggantikan atau memodifikasi untuk mencapai tujuan mereka.
Bahkan, telah diamati bahwa pengetahuan metakognitif dapat mengimbangi IQ dan kurangnya pengetahuan sebelumnya. Selain itu, sebuah studi oleh Rosen, Lim, Carrier & Cheever (2011) menemukan bahwa mahasiswa dengan kemampuan metakognitif tinggi menggunakan ponsel lebih sedikit selama di kelas. Manfaat lain dari metakognisi meliputi di antaranya,
1. Membantu peserta didik menjadi peserta didik yang mandiri dan mandiri, mengendalikan kemajuan mereka sendiri.
2. Berguna di berbagai usia.
3. Keterampilan metakognitif membantu memperluas apa yang dipelajari ke berbagai konteks dan tugas.
4. Keterampilan mengajar metakognisi di sekolah tidak mahal dan juga tidak membutuhkan perubahan infrastruktur.
Dari berbagai sumber
Post a Comment