Pengertian Kriminalisasi, Pedoman, Syarat, dan Asasnya

Pengertian Kriminalisasi
Kriminalisasi

A. Pengertian Kriminalisasi
Kriminalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. Demikian kriminalisasi adalah sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat dalam penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri.

Kriminalisasi dalam hal ini dimaknai secara umum sebagai tindakan aparat penegak hukum menetapkan seseorang melakukan perbuatan melawan hukum atau sebagai pelaku kejahatan atas pemaksaan interpretasi perundang-undangan. Dalam hal ini aparat penegak hukum dianggap seolah-olah melakukan tafsir sepihak atau tafsir subyektif atas perbuatan seorang, lalu kemudian diklasifikasikan sebagai pelaku tindak pidana.

Namun berdasarkan istilahnya, kriminalisasi berarti penetapan tindak kejahatan atau orang yang berbuat jahat (Al-Barry, 1994:201). Sedangkan dalam ilmu kriminologi, kriminalisasi adalah sebuah proses saat terdapat sebuah perubahan perilaku individu-individu yang cenderung untuk menjadi pelaku kejahatan dan menjadi penjahat (Lynch & Michalowsk, 2006).

Kriminalisasi Menurut Para Ahli
1. Soekanto (1986:62), kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya.
2. Effendy (1989:64), kriminalisasi adalah perubahan nilai yang menyebabkan sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak tercela dan tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu dipidana.
3. Sudarto (1983:31), kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sangsi yang berupa pidana.

B. Pedoman Kriminalisasi
Terdapat beberapa ukuran yang secara doktrinal harus diperhatikan sebagai pedoman kriminalisasi menurut Arief dan Muladi (1992:256) di antaranya,
1. Kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan overkriminalisasi yang masuk kategori the misuse of criminal sanction (penyalahgunaan sangsi pidana).
2. Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc.
3. Kriminalisasi harus mengandung unsur korban victimizing baik aktual maupun potensial.
4. Kriminalisasi harus memperhitungkan analisa biaya dan hasil dan prinsip ultimum remidium.
5. Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang enforceable.
6. Kriminalisasi harus mampu memperoleh dukungan publik.
7. Kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitet mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali.
8. Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setip peraturan pidana membatasi kebebasan rakyat dan memberikan kemungkinan kepada aparat penegak hukum untuk mengekang kebebasan itu.

C. Syarat Kriminalisasi
Terdapat empat syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan kriminalisasi menurut Soedarto (1983:39) di antaranya,
1. Tujuan kriminalisasi adalah menciptakan ketertiban masyarakat di dalam rangka menciptakan Negara kesejahteraan.
2. Perbuatan yang dikriminalisasi harus perbuatan yang menimbulkan kerusakan meluas dan menimbulkan korban.
3. Harus mempertimbangkan faktor biaya dan hasil, berarti biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh harus seimbang.
4. Harus memperhatikan kemampuan aparat penegak hukum. Jangan sampai aparat penegak hukum melampaui bebannya atau melampaui batas.

D. Asas Kriminalisasi
Terdapat tiga asas kriminalisasi yang perlu diperhatikan dalam menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana beserta ancaman sanksi pidananya (Saleh, 1993:38) di antaranya,
1. Asas legalitas
Asas legalitas adalah asas yang paling penting dalam hukum pidana, khususnya asas pokok dalam penetapan kriminalisasi. Asas legalitas menurut terdapat dalam ungkapan "Nullum delictum, nulla poena sie praevia lege poenali" yang dikemukakan oleh Von Feurbach yang artinya tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

Adapun fungsi asas legalitas (Peter, 1981:28) di antaranya,
a. Pada hakikatnya, asas legalitas dirancang untuk memberi maklumat kepada publik seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya.
b. Menurut aliran klasik, asas legalitas mempunyai fungsi untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana. Sedangkan dalam aliran modern asas legalitas merupakan instrumen untuk mencapai tujuan perlindungan masyarakat.
c. Fungsi asas legalitas adalah untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara (penguasa). Hal ini adalah tafsiran tradisional yang telah mengesampingkan arti asas legalitas sepenuhnya seperti dimaksudkan oleh ahli-ahli hukum pidana pada abad ke XVIII (delapan belas).
d. Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana, mengharapkan lebih banyak lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah. Asas legalitas itu diharapkan memainkan peranan yang lebih positif, yaitu harus menentukan tingkatan-tingkatan dari persoalan yang ditangani oleh suatu sistem hukum pidana yang sudah tidak dapat dipakai lagi.
e. Tujuan utama asas legalitas adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta membatasi pelaksanaan dari kekuasaan itu atau menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana itu. Fungsi pengawasan ini juga merupakan fungsi asas kesamaan, asas subsidiaritas, asas proporsionalitas, dan asas publisitas.
f. Asas legalitas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan ancaman pidana tertentu. Dengan adanya penetapan perbuatan terlarang itu berarti ada kepastian (pedoman) dalam bertingkah laku bagi masyarakat.

2. Asas Subsidaritas
Asas subsidiaritas adalah hukum pidana harus ditempatkan sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas) dalam penanggulangan kejahatan yang menggunakan instrumen penal, bukan sebagai primum remedium (senjata utama) untuk mengatasi masalah kriminalitas.

Penerapan asas subsidiaritas dalam kebijakan kriminalisasi dan dekriminalisasi mengharuskan adanya penyelidikan tentang efektivitas penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan atau perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat. Pokok permasalahan yang perlu diteliti adalah apakah tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan hukum pidana itu tidak dapat dicapai juga dengan menggunakan cara-cara lain yang lebih kecil ongkos sosial dan individualnya. Hal ini menghendaki agar kita mengetahui tentang akibat-akibat dari penggunaan hukum pidana itu, dan dapat menjamin bahwa campur tangan hukum pidana itu memang sangat berguna.

3. Asas persamaan/kesamaan
Asas persamaan/kesamaan adalah kesederhanaan dan kejelasan. Menurut Servan dan Letrossne asas kesamaan bukanlah pernyataan dari aspirasi tentang hukum pidana yang lebih adil. Asas kesamaan lebih merupakan suatu keinginan diadakannya sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana. Sedangkan Lacretelle berpendapat bahwa asas kesamaan tidaklah hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi juga untuk hukuman pidana yang tepat.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Kriminalisasi, Pedoman, Syarat, dan Asasnya"