Pengertian Job Insecurity, Aspek, Indikator, Faktor, dan Dampaknya

Table of Contents
Pengertian Job Insecurity atau Ketidakmanan Kerja
Job Insecurity

A. Pengertian Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja)

Job insecurity (ketidakmanan kerja) adalah kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam. Job insecurity merupakan suatu kondisi psikologis seseorang (karyawan) berupa perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan merasa tidak pasti untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena ancaman dari situasi dan kondisi lingkungan pekerjaan sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus tidak menyenangkan.

Job insecurity dihasilkan dari ancaman terhadap kontinuitas atau keberlangsungan kerja seseorang. Job insecurity berhubungan dengan rasa takut seseorang akan kehilangan pekerjaannya atau prospek akan demosi atau penurunan jabatan serta berbagai ancaman lainnya terhadap kondisi kerja yang berasosiasi dengan menurunnya job satisfaction.

Job insecurity adalah cerminan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan mereka terancam dan merasakan ketidakberdayaan untuk melakukan segalanya tentang itu. Ancaman ini dapat terjadi pada aspek pekerjaan atau keseluruhan pekerjaan. Perasaan tidak aman akan membawa dampak pada job attitudes karyawan, penurunan komitmen, bahkan keinginan untuk turnover yang semakin besar.

Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja) Menurut Para Ahli
1. Smithson dan Lewis (2000),  job  insecurity  sebagai  kondisi psikologis  seseorang  (karyawan)  yang menunjukkan  rasa  bingung  atau  merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang  berubah-ubah  (perceived impermanance).
2. Salmon dan Heery (2000) dalam Bryson dan Harvey (2002, p28) karyawan akan mengalami rasa tidak aman (Job insecurity) yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan.
3. Munandar (2001), job insecurity adalah ketidakberdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena ancaman dari situasi dari pekerjaan.
4. Sverke dan Hellgren (2002), job insecurity adalah ketidakamanan yang dirasakan seseorang akan kelanjutan pekerjaan dan aspek-aspek penting yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri.
5. Halungunan (2015), job insecurity adalah pandangan subjektif seseorang mengenai situasi atau peristiwa yang mengancam pekerjaan di tempatnya bekerja.
6. Wening (2005), job insecurity adalah kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam.
7. Ermawan (2007), job insecurity adalah bentuk kegelisahan pekerjaan sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan.
8. Hanafiah (2014), job insecurity adalah perasaan tegang gelisah, khawatir, stres, dan merasa tidak pasti dalam kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya yang dirasakan pada pekerja.

B. Aspek Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja)

Terdapat beberapa aspek dalam ketidakamanan kerja atau job insecurity menurut Rowntree (2005) di antaranya,
1. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan. Rasa cemas dan khawatir karyawan yang mendapat ancaman negatif tentang pekerjaannya. Ancaman kehilangan pekerjaan merupakan persepsi seseorang mengenai kejadian-kejadian negatif yang dapat mempengaruhi pekerjaannya. Semakin penting dan semakin besar kemungkinan kejadian negatif tersebut terjadi maka semakin tinggi tingkat ancaman.
2. Ketakutan akan kehilangan status sosial di masyarakat. Seseorang yang merasa terancam mengenai pekerjaannya akan merasa cemas dan khawatir akan kehilangan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakat, misalnya kedudukan, kekayaan, keturunan dan pendidikan.
3. Rasa tidak berdaya. Rasa tidak berdaya yaitu ketidakmampuan karyawan dalam menangani dan mencegah munculnya ancaman yang berpengaruh terhadap kelangsungan pekerjaannya.

Sementara aspek-aspek dari ketidakamanan dalam bekerja atau job insecurity menurut Sugiarti (2006) di antaranya,
1. Ketakutan pekerja yang dipandang sebagai kelanjutan dari peran pekerja. Peran pekerja akan mengalami ketidakamanan dalam bekerja karena kerancuan peran atau tugas dari perusahaan atau perubahan yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan karena adanya krisis dalam perusahaan atau organisasi.
2. Kondisi atau perlakuan perusahaan atau organisasi. Kondisi fisik dan perekonomian perusahaan sangat mungkin menimbulkan ketidakamanan dalam bekerja karena dengan kondisi perekonomian perusahaan sangat mungkin menimbulkan ketidakamanan dalam bekerja karena dengan kondisi perekonomian perusahaan yang buruk dan banyaknya pengurangan pekerja yang terjadi pada perusahaan akan menimbulkan ketidak nyamanan atau ketidakamanan dalam bekerja.
3. Pekerja dalam study lay off. Pekerja yang berada dalam masa study lay off atau dalam proses penyelidikan atas kesalahan dalam bekerja yang apabila terbukti bersalah akan berakhir pada lay off atau pemecatan.

C. Indikator Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja)

Ketidakamanan dalam bekerja atau job insecurity memiliki beberapa indikator menurut Ashford (1989) di antaranya,
1. Seberapa pentingnya aspek kerja tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak aman terhadap aspek kerjanya seperti peluang untuk promosi dan kebebasan untuk menjadwalkan pekerjaan.
2. Ancaman yang dirasakan terhadap aspek-aspek pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang atau memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerjanya terancam maka ia akan merasa gelisah dan tidak berdaya.
3. Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa negatif yang akan mengancam pekerjaannya. Contohnya: diberhentikan sementara atau dipecat.
4. Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif akan mempengaruhi keseluruhan kerja individu misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor cabang lain.
5. Ketidakberdayaan yang dimiliki individu karena hilangnya kontrol terhadap pekerjaannya.

Job insecurity diukur berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan Greenhalgh dan Rosenblatt dan Ashford, et al. dalam Pasewark dan Strawser (2002, p91-113) di antaranya,
1. Tingkat pentingnya aspek-aspek pekerjaan yang dirasakan individu
2. Kemungkinan perubahan negatif pada aspek-aspek kerja tersebut bagi individu
3. Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa yang secara negatif dapat mempengaruhi keseluruhan kerja individu
4. Kemungkinan munculnya peristiwa-peristiwa tersebut yang secara negatif dapat mempengaruhi keseluruhan kerja individu, dan
5. Ketidakberdayaan yang dirasakan individu.

D. Faktor Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja)

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketidakamanan dalam bekerja atau job insecurity, di antaranya,
1. Karakteristik demografis
Karakteristik demografis dapat meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan dan tingkat pendidikan. Pria memiliki tingkat job insecurity yang lebih tinggi dibandingkan wanita karena berkaitan dengan peran pria sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga pria akan lebih tegang ketika menghadapi kehilangan pekerjaan. Usia memiliki hubungan positif dengan job insecurity dimana semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi tingkat job insecurity.

2. Konflik peran (role conflict)
Ketika seorang individu dihadapkan dengan ekspektasi peran yang berlainan, hasilnya adalah konflik peran (role conflict). Konflik ini muncul ketika seorang individu menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat membuatnya lebih sulit untuk memenuhi peran lain. Pada tingkat ekstrem, hal ini dapat meliputi situasi–situasi di mana dua atau lebih ekspektasi peran saling bertentangan.

3. Perubahan organisasi (organizational change)
Merupakan berbagai kejadian yang secara potensial dapat mempengaruhi sikap dan persepsi karyawan sehingga dapat menyebabkan perubahan yang signifikan dalam organisasi. Kejadian-kejadian tersebut antara lain meliputi merger, perampingan (downsizing), reorganisasi, teknologi baru, dan perubahan manajemen.

4. Locus of Control
Locus of control merupakan hal yang berhubungan dengan bagaimana individu menginterpretasikan ancaman yang berasal dari lingkungan. Tenaga kerja yang locus of control internal cenderung menganggap lingkungan memberikan pengaruh yang rendah dan lebih percaya pada kemampuannya sendiri untuk menghadapi ancaman apapun yang berasal dari lingkungan. Sebaliknya tenaga kerja locus of control eksternal menganggap lingkungan memberikan peran yang lebih besar terhadap nasibnya dibandingkan dengan kemampuannya sendiri.

5. Nilai pekerjaan
Nilai dari suatu pekerjaan dimaknai secara berbeda oleh masing-masing orang. Bagi kebanyakan individu, pekerjaan merupakan faktor pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. Namun pekerjaan tidak hanya dianggap sebagai sumber pendapatan, tetapi juga memungkinkan individu untuk melakukan hubungan sosial, mempengaruhi struktur waktu, dan berkontribusi dalam perkembangan pribadi individu tersebut. Oleh karena itu ancaman akan kehilangan pekerjaan dapat menimbulkan job insecurity dalam diri pekerja tersebut.

Sementara menurut Suhartono (2007, p61-64), terdapat beberapa hal yang menjadi masalah dalam job insecurity di antaranya,
1. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi di antaranya,
a. Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat, lingkungan kurang bersih, dan sebagainya.
b. Overload. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Overload dibedakan menjadi dua yaitu overload secara kuantitatif dan secara kualitatif. Overload kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima dan ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki, sedang overload secara kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat kompleks dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.
c. Deprivational stress. Yaitu suatu kondisi pekerjaan yang sudah tidak menantang dan tidak mendatangkan motivasi bagi pekerjanya. Gejala yang tampak adalah keluhan-keluhan yang muncul dari karyawan.
d. Pekerjaan berisiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang berisiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di pertambangan minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan yang setiap saat dihadapi oleh karyawan.

2. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidakjelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas. Akibat dari konflik ini adalah menimbulkan ketidakpuasan, ketegangan, menurunnya prestasi kerja, hingga keluarnya karyawan oleh keinginan mereka sendiri.
3. Pengembangan Karier. Ketidakjelasan sistem pengembangan karier, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya kesempatan untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi, seringkali menimbulkan suatu kecemasan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.
4. Locus of Control, mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupannya. Individu dengan pandangan pusat pengendalian eksternal percaya bahwa kekuatan lingkungan yang menentukan nasibnya dan sedikit kemampuan dirinya untuk mempengaruhi kejadian tersebut. Sebaliknya, individu dengan pandangan pusat pengendalian internal percaya bahwa dengan kemampuan mereka, mereka dapat mempengaruhi lingkungannya. Pengendalian eksternal merasa bahwa ancaman keamanan pekerjaan mereka sangat tinggi, sebaliknya pengendalian internal merasa kurangnya masalah dalam keamanan pekerjaan mereka.

E. Dampak Job Insecurity (Ketidakmanan Kerja)

Terdapat beberapa dampak dan akibat yang ditimbulkan dari ketidakamanan dalam bekerja atau job insecurity menurut Irene (2008) dan Novliadi (2009) di antaranya,
1. Stres. Job insecurity dapat menimbulkan rasa takut, kehilangan kemampuan, dan kecemasan. Pada akhirnya, jika hal ini dibiarkan berlangsung lama karyawan dapat menjadi stres akibat adanya rasa tidak aman dan ketidakpastian akan kelangsungan pekerjaan.
2. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru. Suatu kondisi ketika karyawan merasa terancam dengan keberlanjutan masa depan pekerjaannya maka karyawan memiliki keinginan untuk mencari pekerjaan yang baru, sehingga membuat ia merasa aman akan pekerjaan barunya. Hal ini akan masuk akal bagi karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka, kemudian mencari kesempatan karier yang lebih aman.
3. Komitmen dan rasa percaya karyawan terhadap perusahaan. Job insecurity memiliki hubungan yang negatif dengan komitmen kerja dan rasa percaya karyawan terhadap perusahaan. Hal ini disebabkan karena karyawan merasa kehilangan kepercayaan akan nasib mereka pada perusahaan dan lama kelamaan ikatan antara karyawan dan organisasi menghilang.
4. Kepuasan kerja yang rendah. Persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. Karyawan yang merasa terancam dengan keberlanjutan masa depan pekerjaan maka menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
5. Motivasi kerja. Hasil penelitian mengenai job insecurity dan work intensification menunjukkan individu dengan job insecurity tinggi memiliki motivasi yang lebih rendah dibandingkan individu yang job insecurity-nya rendah. Pengurangan jumlah karyawan yang dilakukan perusahaan juga didapatkan hasil bahwa karyawan mengalami penurunan motivasi, semangat, rasa percaya diri, dan kesetiaan, serta terjadi peningkatan stres, skeptis, dan kemarahan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment