Pengertian Hukum Ketenagakerjaan, Dasar Hukum, dan Pihaknya

Table of Contents
Pengertian Hukum Ketenagakerjaan atau Hukum Perburuhan
Hukum Ketenagakerjaan

A. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Hukum Tenaga Kerja (Hukum Perburuhan) adalah seluruh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak atau Instansi yang berwenang, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Istilah buruh merupakan peninggalan zaman feodal di mana orang melakukan pekerjaan tangan atau pekerjaan kasar seperti kuli, tukang yang melakukan pekerjaan berat dan kotor, yang lebih dikenal dengan nama blue collar.

Istilah Tenaga kerja dan pekerja dapat dijumpai pada Undang-Undang Ketenagakerjaan NO.13 Tahun 2003. Perkembangan hukum perburuhan dan ketenagakerjaan mengalami perubahan yang menuju ke arah perbaikan yakni dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataupun masyarakat.

Pengertian tenaga kerja dalam UU No.13 Tahun 2003 tersebut menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hukum Ketenagakerjaan Menurut Para Ahli
1. Molenaar, Hukum perburuhan/ARBEIDSRECHT adalah bagian dari hukum yang berlaku, yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa. Pada pengertian tersebut hendaklah dibatasi pada hukum yang bersangkutan dengan orang-orang yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja/bekerja pada orang lain.
2. Soepomo (1987:3), Hukum Perburuhan (Arbeidsrecht) adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
3. Soetiksno, Hukum Ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.
4. NEH Van Asveld, Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang bersangkutan dengan pekerjaan di dalam hubungan kerja dan di luar hubungan kerja.

B. Dasar Hukum Ketenagakerjaan

Payung Hukum utama bagi urusan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“. Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 juga menjadi payung hukum utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka terbentuklah Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU ketenagakerjaan) yang menjadi dasar hukum utama dalam bidang ketenagakerjaan.

Adapun sumber-sumber  hukum perburuhan dan ketenagakerjaan (Soepomo,1987:20-24) di antaranya,
1. Undang-Undang
2. Peraturan lainnya yang kedudukannya lebih rendah dari undang-undang, seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, ataupun keputusan instansi lainnya
3. Kebiasaan
4. Putusan
5. Perjanjian
6. Traktat

Di samping pendapat di atas, Wahab dan Asikin menambahkan bahwa doktrin/pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum ketenagakerjaan. Mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung maupun tidak langsung (Khakim, 2003:13).

Wahab juga mengungkapkan bahwa adanya penambahan doktrin/pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung maupun tidak langsung (Asikin, 2002:30).

Menurut pendapat Abdul Khakim jika ada penambahan agama termasuk sebagai sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat terdapatnya kemungkinan adanya pemecahan masalah ketenagakerjaan melalui pendekatan ajaran agama yang dianutnya (Khakim, 2003:14).

C. Pihak dalam Perjanjian Ketenagakerjaan

Dalam suatu perjanjian ketenagakerjaan terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu buruh/pekerja, pengusaha/pemberi kerja, organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha dan pemerintah. Kelima unsur tersebut akan saling berpengaruh dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam hubungan industrial.
1. Buruh/Pekerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini diberikan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.

2. Pengusaha/ pemberi kerja
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan  suatu perusahaan milik sendiri,
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya,
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3. Organisasi pekerja/ buruh
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000 tentang  Serikat Pekerja/Serikat Buruh bahwa serikat buruh/serikat pekerja ialah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya.

4. Organisasi pengusaha
Dalam perkembangannya di Indonesia terdapat 2 (dua) organisasi pengusaha yaitu Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Kamar Dagang dan Industri (KADIN) merupakan organisasi yang menangani bidang ekonomi secara umum, yaitu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa. Sedangkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan organisasi pengusaha yang khusus bergerak pada bidang sumber daya manusia (SDM) dan hubungan industrial.

5. Pemerintah/ penguasa
Secara garis besar pemerintah sebagai penguasa memiliki sebuah fungsi pengawasan, di mana pengawasan terhadap pekerja di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh Depnaker. Secara normatif pengawasan perburuhan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan perburuhan. Dalam undang-undang ini pengawas perburuhan yang merupakan penyidik pegawai negeri sipil.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment