Pengertian Fraud, Faktor, Jenis, Pencegahan, dan Contohnya

Pengertian Fraud atau Kecurangan
Fraud (Kecurangan)

A. Pengertian Fraud (Kecurangan)
Kecurangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal curang; perbuatan yang curang; ketidakjujuran; keculasan. Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan dengan sengaja untuk menguntungkan satu pihak (perorangan, perusahaan atau institusi) secara tidak adil atau melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian di pihak lain.

Fraud pada dasarnya merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh orang luar atau orang dalam perusahaan guna mendapatkan keuntungan dan merugikan orang lain. Dalam suatu fraud, akan terjadi suatu bentuk kesalahan, terutama dalam hal finansial perusahaan.

Fraud (Kecurangan) Menurut Para Ahli
1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fraud adalah perbuatan yang disengaja yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, misalnya seseorang yang membuat pernyataan palsu, menyembunyikan atau menghilangkan bukti yang penting (defraud; fraud).
2. IAPI (2013), fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum.
3. the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), kecurangan merupakan suatu upaya yang melanggar ketentuan hukum, yang dilakukan secara sengaja dengan berbagai tujuan tertentu, seperti untuk memanipulasi ataupun membuat laporan keuangan yang salah kepada pihak tertentu.
4. Tunggal (2009), fraud atau kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberikan manfaat keuangan pada si penipu.
5. Rozmita (2013), fraud adalah penyimpangan, error (kesalahan) dan irregularities (ketidakberesan dalam masalah financial).
6. Pusdiklatwas BPKP (2002), fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau dari luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
7. Sawyer’s (2004), fraud adalah suatu tindakan pelanggaran hukum yang dicirikan dengan penipuan, menyembunyikan, atau melanggar kepercayaan.
8. Karyono (2013), fraud adalah penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

B. Faktor Fraud (Kecurangan)
1. Kesempatan
Terdapat berbagai faktor yang bisa menyebabkan terjadinya fraud dalam suatu lembaga atau instansi perusahaan. Namun, faktor utamanya adalah karena adanya kesempatan yang mendukung mereka bisa melakukan kejahatan fraud. Kesempatan untuk melakukan tindakan ini bisa terjadi kapan saja dan oleh siapa saja. Oleh karena itu, tidak heran kita bisa menemukan kabar fraud dari mereka yang justru telah mempunyai jabatan atau kedudukan tinggi pada perusahaannya.

2. Tindakan Hukum yang Lemah
Selain itu, fraud juga bisa terjadi karena penegakan hukum yang berlaku terlalu lemah, sehingga beberapa individu akan mulai menyepelekan sanksi hukum yang berlaku di sana. Hukum yang lemah juga mampu membuat seseorang menyalahgunakan kedudukannya untuk melakukan berbagai tindakan kriminal seperti fraud.

3. Adanya Sifat Buruk
Selain itu, fraud juga bisa terjadi karena ada individu yang memiliki sifat buruk, seperti tamak, dan lain-lain. Sifat tamak ini akan semakin mendorong karyawan untuk melakukan upaya fraud ketika ada kesempatan. Sifat yang buruk ini juga bisa membuat seseorang mencari kesempatan ataupun peluang dalam melakukan tindakan kriminal atau tindakan yang menyimpang lainnya.

4. Himpitan Ekonomi
Kebutuhan manusia yang sangat mendesak juga bisa mendorong seseorang dalam melakukan tindakan fraud. Beban tekanan hidup yang berat akan merubah seseorang untuk mengambil keputusan yang akan menguntungkan dirinya sendiri, dan tidak memikirkan bahwa ada pihak lain yang merugi karena tindakannya.

Menurut Fuad (2015), terdapat tiga hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan kecurangan (fraud) yang dikenal dengan istilah fraud triangle di antaranya,
1. Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan, yaitu financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
2. Opportunity (kesempatan), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Biasanya terjadi karena pengendalian internal perusahaan yang lemah, kurangnya pengawasan dan penyalahgunaan wewenang. Opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3. Rationalization (rasionalisasi), yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) aset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya.

Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud atau kecurangan. Fraud diamond merupakan penyempurnaan dari fraud triangle dengan menambahkan satu elemen yaitu capability (kemampuan). Banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability (kemampuan) khusus yang ada dalam perusahaan.

Menurut Wolfe dan Hermanson (2004), sifat-sifat terkait elemen capability (kemampuan) yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:
1. Positioning. Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan. Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu atau lingkungan.
2. Intelligence and creativity. Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.
3. Convidence / Ego. Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme).
4. Coercion. Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain.
5. Deceit. Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten. Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu berbohong meyakinkan, dan harus melacak cerita secara keseluruhan.
6. Stress. Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.

C. Jenis Fraud (Kecurangan)
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam tiga tingkatan yang disebut Fraud Tree (Albrech, 2009) di antaranya,
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation). Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement). Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption). Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.

Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Sedangkan menurut Albrecht (2012), fraud dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis di antaranya,
1. Employee embezzlement atau occupational fraud. Pencurian yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh karyawan kepada perusahaan.
2. Management fraud. Manajemen puncak memberikan informasi yang bias dalam laporan keuangan.
3. Investment scams. Melakukan kebohongan investasi dengan menanam modal.
4. Vendor fraud. Perusahaan mengeluarkan tarif yang mahal dalam hal pengiriman barang.
5. Customer fraud. Pelanggan menipu penjual agar mereka mendapatkan sesuatu yang lebih dari seharusnya.

D. Pencegahan Fraud (Kecurangan)
1. Risk Analysis. Perusahaan dapat melakukan analisa apa saja pola kecurangan yang mungkin terjadi dalam organisasi.
2. Implementasi. Melakukan sosialisasi kebijakan anti kecurangan, pelatihan anti kecurangan, dan evaluasi proses bisnis untuk menghindari terjadinya kecurangan.
3. Sanksi. Sanksi yang dikenakan dapat berupa pengurangan kompensasi, tidak naik jabatan, atau bahkan pemecatan dan/atau proses hukum.
4. Monitoring. Melakukan pengawasan dan evaluasi program anti kecurangan secara berkala dan mengambil langkah perbaikan secara terus menerus.

E. Contoh Fraud (Kecurangan)
Contoh fraud dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Earning Manajemen
Seperti yang sudah kita tahu, pengaturan profit memiliki keterkaitan yang erat dengan peningkatan laba atau performa suatu perusahaan karena nilai profit atau laba yang didapatkan pada suatu perusahaan sering kali dikaitkan dengan prestasi dari manajemen tersebut. Selain kata laba, istilah lainnya seperti laba ditahan mungkin sudah sering Anda temui dalam neraca keuangan perusahaan.

Laba ditahan memiliki peranan yang penting dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Upaya pihak manajemen dalam memalsukan informasi keuangan atau memanipulasi laba bisa juga digunakan untuk memanipulasi laba ditahan dalam menyajikan laporan keuangannya, sehingga penyajian informasinya bisa menyesatkan investor ataupun kreditor.

2. Income Smoothing
Perataan laba adalah salah satu bentuk upaya yang dilakukan dari manajemen laba. Usaha ini dilakukan manajemen agar bisa menyeimbangkan laba, di mana pendapatan dan beban akan dialihkan ke beberapa periode lain yang sedang melonjak harganya pada periode waktu tertentu. Perataan laba ini dilakukan ketika terjadi transaksi atau menempatkannya pada beberapa periode tertentu.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Fraud, Faktor, Jenis, Pencegahan, dan Contohnya"