Pengertian Kecerdasan Emosional (EQ), Komponen, Faktor, Ciri, dan Modelnya

Table of Contents
Pengertian Kecerdasan Emosional atau emotional quotient atau EQ
Emotional Quotient (EQ)

A. Pengertian Kecerdasan Emosional (EQ)

Kecerdasan emosional (emotional quotient/EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.

Demikian, kecerdasan emosional berkaitan dengan kapabilitas individu dalam mengendalikan emosinya, menempatkan emosinya sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya. Orang yang cerdas emosi adalah orang yang mampu memahami dirinya, mengenali emosinya, apa yang menjadi pengaruh bagi baik buruk emosinya, memahami orang lain, mampu berempati dan mampu memahami lingkungan sekitarnya.

Pada tahun 1990, Psikolog Salovey dari University Harvard dan Mayer dari University New Hampshire, melontarkan untuk pertama kalinya tentang istilah kecerdasan emosional. Hal ini mereka gunakan untuk menjelaskan hubungan kausalitas antara empati, mengungkapkan dan memahami perasaan marah, pengendalian amarah, kemampuan menyelesaikan masalah secara mandiri, berdiskusi, memecahkan masalah, keramahan serta adanya sikap hormat.

Kedua psikolog ini juga menjelaskan mengenai pengertian dari kecerdasan emosional, yang diartikan sebagai suatu kemampuan atau intelegensi yang di dalamnya terdapat kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain. Hal ini berguna untuk memindai hal apa yang akan dilakukan selanjutnya, karena sudah memahami situasi dan suasana yang terjadi.

Kecerdasan Emosional (EQ) Menurut Para Ahli
1. Salovey dkk (dalam Setyowati, 2010), kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.
2. Garlow dkk (dalam Jannah, 2013), kecerdasan emosi dapat mengondisikan individu merasa bebas mengekspresikan emosi secara tepat, bertindak lugas, spontan, memiliki rasa humor, dan mampu mengatasi stres.
3. Cooper dkk (dalam Rudyanto, 2010), kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, emosi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.
4. Yustika (dalam Dewi 2011), kecerdasan emosi merupakan kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut dikelola dan digunakan untuk memotivasi sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain sehingga individu dapat berinteraksi dengan baik.
5. Goleman (dalam Gustiana, 2016), kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, dan berempati.
6. Dyanisa (2008), kecerdasan emosional adalah kemampuan dan potensi dalam diri individu untuk dapat mengenali, memahami, mengelola dan memimpin perasaan diri sendiri, sehingga individu tersebut dapat berempati terhadap orang lain dan menghargai orang lain, serta menerapkan atau mengaplikasikannya dalam menghadapi dorongan emosinya dalam kehidupan sehari-hari.
7. Akbar (2010), kecerdasan emosional adalah kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan tersebut.
8. Subiantoro (2015), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengenali diri sendiri serta orang lain, memotivasi diri, mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun hubungannya dengan orang lain, memiliki rasa empati terhadap orang lain serta membangun keterampilan dan komunikasi dengan orang lain.
9. Effendi (dalam Subiantoro, 2015), kecerdasan emosional merupakan jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin perasaan diri sendiri dan orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi dan sosial, kecerdasan dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain untuk mengoptimalkan fungsi energi, informasi, hubungan dan pengaruh bagi pencapaian-pencapaian tujuan yang dikehendaki dan di tetapkan.
10. Howard Gardner (1983), terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespons dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.

B. Komponen Kecerdasan Emosional (EQ)

Dalam pembentukan kecerdasan emosional terdapat komponen-komponen yang menjadi pembentuk dari kecerdasan emosional di antaranya,
1. Memiliki Kesadaran Diri
Komponen pertama adalah kesadaran diri. Menurut KBBI kesadaran diri diartikan sebagai kesadaran yang dimengerti seseorang, mengenai keadaan dirinya sendiri. Dalam hal ini maksudnya, kesadaran ini adalah kesadaran yang mana Anda mampu memahami mengenai emosi yang ada di dalam diri Anda. Hal ini merupakan aspek terpenting dalam kecerdasan emosional. Semakin memahami kondisi emosi yang ada di dalam diri dan pengendaliannya, semakin baik juga kondisi kecerdasan emosi yang terbentuk.

Sebenarnya selain memahami tentang emosi yang ada di dalam diri, seseorang juga harus sadar akan dampak akan tindakan, suasana hati dan emosi ketika berinteraksi dengan orang lain. Individu harus memiliki kontrol terhadap emosi yang ada di diri, untuk membentuk kesadaran diri, selain punya akses kontrol akan emosi diri, harus mengerti juga akan reaksi akan emosional yang tidak sama, dan mampu memahami emosi apa yang tengah muncul.

Alangkah baiknya, untuk membentuk kecerdasan emosional, seseorang harus memahami dan mengetahui hubungan antara yang mereka rasakan dan bagaimana mereka harus bersikap. Selain itu, harus mampu mengenali apa kelebihan dan kekurangan dari diri mereka sendiri. Peneliti mengungkapkan bahwa pada dasarnya orang memiliki kesadaran dari diri sendiri itu, memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai selera humor yang baik, punya kepercayaan diri yang tinggi dan mempercayai kemampuan diri sendiri, serta menyadari cara orang memandang diri mereka.

2. Membentuk Regulasi Diri
Regulasi memiliki pengertian sebagai pengaturan. Dalam hal ini maksudnya ialah individu harus memiliki pengaturan emosi yang baik. Setelah mampu untuk menyadari adanya emosi di dalam diri, akan memunculkan dampak bagi orang lain, maka dalam kinerjanya, kecerdasan emosional harus mampu untuk mengelola emosi dan mengaturnya.

Dampak dari kemampuan melakukan pengaturan diri adalah mereka cenderung mampu beradaptasi dengan baik terhadap adanya perubahan dan fleksibel. Selain itu mereka juga pintar dalam meredam situasi yang tegang dan pintar dalam mengelola konflik sehingga mampu menimbulkan solusi. Penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan mengatur diri yang baik dan memiliki kesadaran diri yang baik, maka akan berdampak pada bagaimana cara mereka untuk bertanggung jawab dan memiliki kemampuan dalam mempengaruhi orang lain di sekitar mereka.

3. Memiliki Keterampilan Sosial
Aspek penting dalam kecerdasan emosional merupakan kemampuan berinteraksi sosial dengan baik. Sejatinya, pemahaman emosional bukan hanya melibatkan memahami emosi diri sendiri, melainkan memahami emosi orang lain. Semakin sering berinteraksi dan menerapkan pemahaman terhadap emosi diri sendiri dan orang lain, hal ini akan membantu dalam membentuk kecerdasan emosi yang semakin tinggi.

4. Mempunyai Empati
Mempunyai empati merupakan salah satu komponen dari kecerdasan emosi. Empati diartikan sebagai kemampuan diri untuk lebih memahami perasaan orang lain, dan hal ini sangat penting bagi pengembangan kecerdasan emosi. Empati yang ada membentuk pemahaman mengenai emosi yang sedang dirasakan lawan bicara kita, ataupun orang di sekitar kita.

5. Memiliki Motivasi Diri
Peran kunci dalam membentuk kecerdasan emosional dipegang oleh motivasi dalam diri sendiri. Orang cerdas secara emosional memiliki kecenderungan termotivasi di luar motivasi eksternal seperti mendapatkan ketenaran, pujian, uang dan pengakuan.

Mereka cenderung memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan diri dan kebutuhan batin dari mereka sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi diri cenderung kompeten dan cenderung berorientasi pada tindakan-tindakan pengendalian. Sehingga kalau dilihat orang yang memiliki kecerdasan emosional mampu berkomitmen dan sangat pintar dalam mengambil inisiatif.

C. Faktor Kecerdasan Emosional (EQ)

Faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi menurut Shapiro (dalam Rudyanto, 2010) di antaranya,
1. Fisik
secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya atau dengan kata lain bagian otaknya. Bagian-bagian otak yang digunakan untuk berpikir yaitu korteks (kadang-kadang disebut neokorteks) sebagai bagian yang berbeda dari bagian otak yang mengurusi emosi yaitu sistem limbik, tetapi sesungguhnya hubungan antara keduanya inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

2. Psikis
kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang (Goleman, dalam Rudyanto, 2010) di antaranya,
a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian.
b. Lingkungan non keluarga. Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak.

D. Ciri Kecerdasan Emosional (EQ)

Ada beberapa ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional di antaranya,
1. Mampu mengenali perasaan diri sendiri
2. Mampu membaca perasaan orang lain
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri
4. Tidak mudah baper (tersinggung)
5. Cenderung menjadi pendengar yang baik
6. Berpikiran secara terbuka dan mampu menerima pendapat orang lain
7. Tidak malu untuk minta maaf duluan
 
Tanda Kecerdasan Emosional Rendah
1. Merasa Selalu Benar dan Harus Selalu Benar. Seseorang dengan kecerdasan emosional rendah akan cenderung menolak untuk mendengarkan apa yang diungkapkan oleh orang lain, dan lebih sering berdebat mati-matian untuk membenarkan apa yang dia yakini benar.
2. Tidak Mampu Mengetahui Perasaan Orang Lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah tidak mampu memahami perasaan orang lain. Dia akan cenderung merasa terkejut apabila rekan atau teman kerja mereka tidak menyukainya serta, bahwa pasangan mereka merasa marah pada mereka. Selain itu, mereka merasa terganggu apabila orang lain mengharapkan mereka untuk mampu memahami perasaan mereka.
3. Tidak Memiliki Kepekaan Diri. Kebanyakan orang yang memiliki kecerdasan emosi rendah tidak mengetahui hal apa yang pantas untuk diucapkan. Mereka umumnya gagal dalam memahami waktu dan keadaan yang tepat untuk mengatakan sesuatu atau meluapkan emosi.
4. Cenderung Suka Menyalahkan Orang Lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan memiliki wawasan yang sedikit, berkaitan dengan bagaimana emosi mereka menimbulkan masalah. Ada satu hal yang tidak dapat dilakukan oleh orang dengan kecerdasan emosional rendah yaitu bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Apabila bertemu situasi yang tidak beres, secara langsung reaksi mereka adalah menemukan seseorang atau sesuatu untuk disalahkan.
5. Tidak Memiliki Keterampilan Mengatasi yang Baik. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah akan memiliki indikator ketidakmampuan dalam mengatasi situasi yang ada muatan emosi di dalamnya. Sulitnya memahami emosi yang kuat baik dari diri mereka sendiri, maupun dari orang lain. Umumnya mereka suka menyembunyikan emosi mereka, dan cenderung menjauh dari situasi yang membuat mereka harus berurusan dengan kejatuhan emosionalnya.
6. Punya Emosi yang Cenderung Meledak-ledak. Sulit bagi mereka untuk memahami dan mengontrol emosi mereka. Secara reaktif mereka akan menyerang apabila sedang marah, bahkan tanpa memahami apa yang membuat merasakan emosi tersebut. Mempunyai ledakan emosi yang tak terduga dan berlebihan, bahkan cenderung tak terkendali. Bahkan, hal-hal kecil sekalipun mampu membuat emosi mereka meledak-ledak.
7. Selalu Bercerita Tentang Dirinya. Suka mendominasi pembicaraan merupakan ciri-ciri orang yang tidak memiliki kecerdasan secara emosional. Mereka sering mengajukan pertanyaan untuk orang lain, dan terlihat seperti seksama dalam mendengarkan obrolan tersebut. Namun, mereka selalu dapat menemukan cara guna mengembalikan obrolan tersebut kepadanya lagi. Mereka cenderung berkomentar untuk setiap masalah yang dilontarkan lawan bicaranya, dengan membuktikan bahwa mereka sudah merasakan hal tersebut, baik dalam keadaan yang lebih baik maupun lebih buruk.

E. Model Kecerdasan Emosional (EQ)

Menurut The Encyclopedia of Applied Psychology (dalam Chandra, 2010) terdapat tiga model kecerdasan emosional di antaranya,
1. The Salovey-Mayer Model. Kemampuan yang utama dalam model ini adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, mengelola, dan menggunakan emosi untuk menjembatani pemikiran yang diukur dengan ukuran yang didasarkan pada kemampuan.
2. The Goleman Model. Model Goleman merupakan kesatuan antara berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang merangsang kemampuan manajerial dan diukur menggunakan penilaian nilai ganda.
3. The Bar-On Model. Merupakan perpaduan antara kompetensi, keterampilan, dan fasilitator yang mempengaruhi perilaku cerdas yang dikur berdasarkan laporan diri dalam suatu pendekatan multi modal, termasuk wawancara dan penilaian nilai ganda.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment