Pengertian Ejaan, Sejarah, Prinsip, Pemakaian, dan Penulisannya

Table of Contents
Pengertian Ejaan
Ejaan

A. Pengertian Ejaan

Ejaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Demikian, ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan lain sebagainya) dalam tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca yang terstandardisasi. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek di antaranya,
1. Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
2. Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
3. Aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

B. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Sampai saat ini dalam bahasa Indonesia telah dikenal tiga nama ejaan yang pernah berlaku. Ketiga ejaan yang pernah ada dalam bahasa Indonesia di antaranya,
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ejaan Van Ophuijsen mengalami beberapa perubahan. Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo. Kemudian pada tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandi yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pengadjaran, Pendidikan, dan Kebudajaan Republik Indonesia melalui sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan, 15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru, meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan nama Ejaan Republik, yang menggantikan ejaan sebelumnya.

Pada Kongres II Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Prof. Dr. Prijono mengajukan Pra-saran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin. Isi dasar-dasar tersebut adalah perlunya penyempurnaan kembali Ejaan Republik yang sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik ini gagal diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik yang telah ada di Indonesia.

3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan, termasuk bekerja sama dengan Malaysia dengan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari kerja sama ini, terbentuklah Ejaan Melindo yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua negara paling lambat bulan Januari 1962. Namun, perkembangan hubungan politik yang kurang baik antar dua negara pada saat itu, ejaan ini kembali gagal diberlakukan. Pada awal Mei 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang sekarang menjadi Pusat Bahasa kembali menyusun Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun, hasil perubahan ini juga tetap banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak sehingga gagal kembali.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntutan itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972, menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.

Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

C. Prinsip Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia

Prinsip morfologis merupakan dua kaidah yang mengkhususkan penulisan sebuah fonem yang memiliki posisi tertentu dalam morfem atau kata jadian. Dua kaidah tersebut di antaranya,
1. Fonem /ɲ/ di muka fonem /c/ atau /j/ ditulis n, bukan ny.
2. Fonem /w/ dan /y/ yang menjadi bagian diftong ditulis u dan i.

Prinsip historis/tradisional berlaku bagi beberapa kata serapan di antaranya,
1. Grafem yang melambangkan konsonan bersuara dipakai untuk konsonan tak bersuara pada akhir suku kata. Penggunaan ini digunakan untuk fonem /p/, dan d untuk /t/ serta penulisan g untuk /k/ dan j untuk /c/.
2. Grafem i di muka vokal mencerminkan lafal bervarian /i/ atau /y/.
3. Penggambaran bunyi /f/ dipakai baik pada huruf v mau pun v.
4. Bunyi Hamzah atau bahasa Arab dituliskan menggunakan tanda petik tunggal walaupun tanda petik juga dapat digunakan untuk kata yang lain, misalnya penulisan Jum'at.
5. Huruf e digunakan untuk menggambarkan /É™/ di antara konsonan serapan lama, misalnya pengucapan Inggeris dan Sastera.[8]
6. Nama diri orang-orang terdahulu diperbolehkan menggunakan Ejaan Soewandi bahkan Ejaan Van Ophuijsen, misalnya Soekarno dan Soeharto.
7. Nama diri orang asing dan nama tempat asing dipertahankan keasliannya, misalnya Michael dan New York.

D. Pemakaian Huruf Ejaan Bahasa Indonesia

1. Abjad
Ejaan yang disempurnakan atau EYD terdiri dari 26 grafem tunggal dan fonem di antaranya,
1. Aa (a) /a/
2. Bb (be) /b/
3. Cc (ce) /c/
4. Dd (de) /d/
5. Ee (e) /e/, /ə/,/ε/
6. Ff (ef) /f/
7. Gg (ge) /g/
8. Hh (ha) /ha/
9. Ii (i) /i/
10. Jj (je) /j/
11. Kk (ka)/k/,/?/
12. Ll (el) /l/
13. Mm (em) /m/
14. Nn (en) /n/
15. Oo (o) /o/, /É”/
16. Pp (pe) /p/
17. Qq (ki) /k/
18. Rr (er) /r/
19. Ss (es) /s/
20. Tt (te) /t/
21. Uu (u) /u/
22. Vv (fe) /te/
23. Ww (we) /w/, /W/
24. Xx (eks) /k/+/s/
25. Yy (ye) /y/
26. Zz (zet) /z/

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u. Contoh pemakaian dalam kata vokal di awal di tengah di akhir pada huruf a seperti api, padi, lusa. Dalam vokal e seperti enak, petak, sore, sedangkan dalam vokal i contohnya itu, simpan, murni. Serta dalam vokal o seperti oleh, kota, radio, dan terakhir pada vokal u contohnya ulang, bumi, ibu. Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
 
3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
 
4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Contoh penggunaan diftong ai pada awal, tengah dan akhir adalah sebagai berikut ain, malaikat, pandai. Sedangkan pada diftong au seperti aula, saudara, harimau. Serta pada diftong oi di awal kata tidak ditemui, sedangkan untuk di tengah dan akhir seperti boikot dan amboi.
 
5. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Sama seperti kata yang lain, gabungan huruf konsonan bisa terdapat pada awal, tengah, dan akhir kata.

E. Penulisan Huruf Ejaan Bahasa Indonesia

Penulisan huruf dalam ejaan menyangkut dua hal, yaitu pemakaian huruf kapital atau huruf besar dan pemakaian huruf miring.
1. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada hal-hal berikut di antaranya,
a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat dan petikan langsung. Misalnya: Anak saya sedang bermain di halaman.
b. Ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Contoh: Allah, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
c. Nama gelar kehormatan dan keagamaan yang diikuti nama orang beserta unsur nama jabatan dan pangkat. Misalnya: Mahaputra Yamin, Raden Ajeng Kartini, Nabi Ibrahim, Presiden Megawati, Jenderal Sutjipto, Haji Agus Salim
d. Nama orang, nama bangsa, suku bangsa, bahasa, dan nama tahun, bulan, hari, hari raya, peristiwa sejarah, serta nama-nama geografi. Misalnya: Hariyati Wijaya, suku Jawa
e. Unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dokumen resmi, serta nama buku, majalah, dan surat kabar. Contoh: Republik Indonesia
f. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, sapaan, dan nama kekerabatan yang dipakai sebagai sapaan. Contoh: S. (sarjana sastra)

Di samping yang telah disebutkan di atas, huruf kapital juga digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Sehubungan dengan penulisan karya tulis, judul karya tulis, baik yang berupa laporan, makalah, skripsi, disertasi, kertas kerja, maupun jenis karya tulis yang lain, seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Selain itu, huruf kapital seluruhnya juga digunakan dalam penulisan hal-hal berikut di antaranya,
a. Judul kata pengantar atau prakata;
b. Judul daftar isi;
c. Judul grafik, tabel, bagan, peta, gambar, berikut judul daftarnya masing-masing;
d. Judul daftar pustaka;
e. Judul lampiran.

Dalam hubungan itu, judul-judul subbab atau bagian bab huruf pertama setiap unsurnya juga ditulis dengan huruf kapital, kecuali yang berupa kata depan dan partikel seperti, dengan, dan, di, untuk, pada, kepada, yang, dalam, dan sebagai.

2. Huruf Miring
Huruf miring (dalam cetakan) atau tanda garis bawah (pada tulisan tangan/ketikan) digunakan untuk menandai judul buku, nama majalah, dan surat kabar yang dipakai dalam kalimat. Contoh: Masalah itu sudah dibahas Sutan Takdir Alisjabana dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.

Berbeda dengan itu, judul artikel, judul syair, judul karangan dalam sebuah buku (bunga rampai), dan judul karangan atau naskah yang belum diterbitkan, penulisannya tidak menggunakan huruf miring, tetapi menggunakan tanda petik sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, penulisan judul-judul itu diapit dengan tanda petik.
Contoh:
Sajak “Aku” dikarang oleh Chairil Anwar.

Sesuai dengan kaidah, kata-kata asing yang ejaannya belum disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia atau kata-kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia juga harus ditulis dengan huruf miring jika digunakan dalam bahasa Indonesia. Misalnya, kata go public, devide et impera, dan sophisticated pada contoh berikut.
a. Dewasa ini banyak perusahaan yang go public.
b. Kata asing sophisticated berpadanan dengan kata Indonesia

Berbeda dengan itu, kata-kata serapan seperti sistem, struktur, efektif, dan efisien tidak ditulis dengan huruf miring karena ejaan kata-kata itu telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, kata-kata serapan semacam itu telah diperlakukan seperti halnya kata-kata asli bahasa Indonesia.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, banyak pula dikenal nama-nama ilmiah yang semula berasal dari bahasa asing. Nama-nama ilmiah semacam itu jika digunakan dalam bahasa Indonesia juga ditulis dengan huruf miring karena ejaannya masih menggunakan ejaan bahasa asing. Misalnya: Manggis atau Carcinia mangostana banyak terdapat di pulau Jawa. Pada nama-nama ilmiah semacam itu huruf kapital hanya digunakan pada unsur yang pertama, sedangkan unsur selebihnya tetap ditulis dengan huruf kecil.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment