Pengertian APBD, Dasar Hukum, Struktur, Sumber, Fungsi, dan Penyusunannya

Table of Contents
Pengertian APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

A. Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD menjadi patokan dalam melaksanakan proyek jangka panjang di daerah tertentu. Pengertian dari APBD ini tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, persisnya Pasal 1 ayat 8. Bujet ini dibuat secara sistematis dan memuat anggaran pendapatan dan pengeluaran daerah yang kemudian disetujui oleh DPRD untuk masa waktu satu tahun.

APBD adalah Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

APBD terdiri atas:
1. Anggaran Pendapatan
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya.
b. Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya dan Pendapatan Lain-Lain.

2. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

APBD Menurut Para Ahli
1. Achmad Fauzi, APBD adalah program pemerintah daerah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun mendatang, yang diwujudkan dalam satu bentuk uang.
2. Alteng Syafruddin, APBD adalah rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama tahun kerja tersebut.
3. R.A. Chalit, APBD adalah suatu bentuk konkret rencana kerja keuangan daerah yang komprehensif yang mengaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang dinyatakan dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran.
4. M. Suparmoko, APBD adalah anggaran yang memuat daftar pernyataan rinci tentang jenis dan jumlah penerimaan, jenis dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun tertentu.

B. Dasar Hukum APBD

Dasar hukum dalam penyelenggaraan keuangan daerah dan pembuatan APBD adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.
2. UU No. 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
3. PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan Perhitungan APBD.

C. Struktur APBD

Struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.
1. Penganggaran Pendapatan dan Belanja
Anggaran ini disajikan terlebih dahulu sebelum anggaran belanja. Pendapatan daerah dikurangi dengan belanja daerah. Hasil yang didapat bisa surplus atau defisit.  Jika surplus yang didapat berarti pendapatan lebih besar dari pada belanja. Sedangkan defisit berarti belanja lebih besar dibandingkan pendapatan.

2. Penganggaran Pembiayaan
Anggaran ini terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Selanjutnya, penerimaan dikurangi dengan pengeluaran yang kemudian disebut dengan pembiayaan neto. Kemudian pembiayaan neto ditambah dengan surplus atau defisit. Hasil penjumlahan tersebut disebut dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA).  

D. Komponen Pembentuk APBD

Komponen yang membentuk APBD di atas terdiri dari 4 bagian, yaitu ringkasan pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan.
1. Pendapatan
Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan. Untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber : Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi Transfer dari pusat, dan Pendapatan lainnya. Mengingat rata-rata sumber pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar 80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable (ketergantungan).

2. Belanja
Bagian ini menunjukkan perkembangan total belanja dalam periode 3 (tiga) tahun. Selain itu, akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain. Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi ke dalam 10 (sepuluh) jenis , yaitu : Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Tak Terduga.

3. Surplus atau Defisit
Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja, dan surplus/defisit dalam periode 3 (tiga) tahun. Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus/defisit” secara Nasional. Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan terjadi karena hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan pelayanan publik secara optimal dalam beberapa hal.

4. Pembiayaan
Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah, jika Pendapatan lebih kecil maka terjadi defisit dan akan ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.

E. Sumber APBD

Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):
1. Retribusi (User Charges)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedia layanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat. Ada tiga jenis retribusi di antaranya,
a. Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees), seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan. Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.
b. Retribusi Jasa Umum (Public Prices), adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas hiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisi swasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
c. Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges), secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (Property Taxes)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak properti. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yang lebih elastis.

3. Pajak Cukai (Excise Taxes)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif administratif berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif. Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan.

Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun).

4. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)
Di antara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah didirikan basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.

F. Fungsi APBD

Menurut Ateng Syafruddin, fungsi dan kedudukan APBD yaitu: Sebagai dasar kebijakan menjalankan keuangan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk masa tertentu yaitu satu tahun anggaran. Sebagai pemberian kuasa dari pihak legislatif yaitu DPRD kepada kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif untuk melakukan pengeluaran dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah.

Sebagai penetapan kewenangan kepada kepala daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai bahan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berhak melaksanakan pengawasan bisa lebih baik. Pada Peraturan menteri dalam Negeri Nomor 13 Thn 2006 menyatakan bahwa APBD mempunyai beberapa fungsi di antaranya,
a. Fungsi Otorisasi, anggaran daerah tersebut menjadi dasar untuk dapat melaksanakan pendapatan serta belanja daerah di tahun bersangkutan
b. Fungsi Perencanaan, anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman bagi manajemen di dalam merencanakan suatu kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi Pengawasan, anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman untuk dapat menilai apakah kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
d. Fungsi Alokasi, anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk dapat menciptakan lapangan kerja atau juga mengurangi pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga meningkatkan efisiensi & efektivitas perekonomian.
e. Fungsi Distribusi, anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
f. Fungsi Stabilisasi, anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk dapat memelihara serta mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian suatu daerah.

G. Penyusunan APBD

Langkah-langkah penyusunan APBD berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003di antaranya,
1. Pemerintah daerah mengajukan Rancangan APBD (RAPBD) kepada DPRD yang disertai penjelasan dan dokumen pendukung. Rancangan ini biasanya diajukan pada bulan Oktober minggu pertama di tahun sebelumnya.
2. DPRD kemudian meninjau RAPBD lalu mengambil keputusan setuju atau tidak dengan rancangan tersebut. Pengambilan keputusan dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
3. Jika RAPBD disetujui maka rancangan tersebut akan diterapkan menjadi APBD melalui peraturan daerah. Jika DPRD tidak menyetujui RAPBD, pemerintah daerah bisa menggunakan APBD setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun sebelumnya.
4. Pelaksanaan APBD yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah selanjutnya dituangkan dalam keputusan gubernur/walikota/bupati.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment