Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri, Latar Belakang, Syarat, Faktor, Tata Cara, dan Fasilitasnya

Table of Contents
Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri

A. Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM)

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengenai Penanaman Modal, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Baik perorangan maupun badan usaha bisa menjadi penanam modal dalam negeri tersebut. Seperti pemerintah, badan usaha negeri, dan perorangan (Warga Negara Indonesia), yang melakukan penanaman modal di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha-usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur di dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”), yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Pengertian dari penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan di sini dapat berbentuk perseroan terbatas (“PT”)

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (3) UUPM lebih lanjut menjelaskan, penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT dilakukan dengan melakukan hal-hal berikut di antaranya,
1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
2. Membeli saham; dan
3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

B. Latar Belakang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan.
1. Perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara rehabilitasi pembaharuan, perluasan , pembangunan dalam bidang produksi barang dan jasa
2. Perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mendorong investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia
3. Dibukanya bidang-bidang usaha yang diperuntukkan bagi sektor swasta
4. Pembangunan ekonomi selayaknya disandarkan pada kemampuan rakyat Indonesia sendiri
5. Untuk memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing
6. Penanaman modal (investment), penanaman uang atau modal dalam suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Investasi sebagai wahana di mana dana ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif
7. Pasal 1 angka 2 UUPM menyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri
8. Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM)
9. Bidang usaha yang dapat menjadi garapan PMDN adalah semua bidang usaha yang ada di Indonesia
10. Namun ada bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah. modal: yang berkaitan dengan rahasia dan pertahanan Negara
11. PMDN di luar bidang-bidang tersebut dapat diselenggarakan oleh swasta nasional. Misal : perikanan, perkebunan, pertanian, telekomunikasi, jasa umum, perdagangan umum
12. PMDN dapat merupakan sinergi bisnis antara modal Negara dan modal swasta nasional. Misal: di bidang telekomunikasi, perkebunan

C. Syarat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM)

1. Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia (Ps 1:1 UU No. 6/1968) baik langsung maupun tidak langsung
2. Pelaku Investasi : Negara dan swasta. Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia
3. Bidang usaha : semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau dirintis oleh pemerintah
4. Perizinan dan perpajakan : memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Antara lain : izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dll
5. Batas waktu berusaha : merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah
6. Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan)

D. Faktor Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM)

1. Potensi dan karakteristik suatu daerah
2. Budaya masyarakat
3. Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional
4. Peta politik daerah dan nasional
5. Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi

E. Tata Cara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM)

1. Keppres No. 29/2004 tentang penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui sistem pelayanan satu atap.
2. Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap.
3. Diundangkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN
4. BKPM. Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN
5. Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenangan dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membina bidang-bidang usaha investasi yang bersangkutan melalui pelayanan satu atap
6. Gubernur/bupati/wali kota sesuai kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap;
7. Kepala BKPM dalam melaksanakan sistem pelayanan satu atap berkoordinasi dengan instansi yang membina bidang usaha penanaman modal
8. Segala penerimaan yang timbul dari pemberian pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal oleh BKPM diserahkan kepada instansi yang membidangi usaha penanaman modal

F. Fasilitas Khusus untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya di mana fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUPM dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
1. Melakukan perluasan usaha; atau
2. Melakukan penanaman modal baru.

Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (4) UUPM menjelaskan bentuk fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepada penanaman modal, termasuk di dalamnya PMDN, dapat berupa:
1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
4. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
6. Keringanan pajak bumi dan bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment