Pengertian Hubungan Internasional, Sejarah, Asas, Tujuan, Faktor, Teori, Pola, sarana, dan Manfaatnya
Hubungan Internasional |
A. Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan suatu hubungan antarnegara di dunia untuk menangani suatu permasalahan yang terkait dengan bidang-bidang negara seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. Secara umum, hubungan internasional memiliki arti hubungan antarbangsa yang sifatnya global. Konsep hubungan internasional dianggap sama dengan konsep hubungan luar negeri, politik luar negeri, dan politik internasional.
Hubungan internasional berlangsung sangat dinamis, berkembang sesuai perkembangan kehidupan sosial manusia dan dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan antarbangsa. Demikian, hubungan internasional merupakan sebuah interaksi manusia antar bangsa baik secara individu maupun kelompok, yang dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan dapat berupa sebuah persahabatan, persengketaan, permusuhan ataupun peperangan.
Hubungan Internasional Menurut Para Ahli
1. Tulus Warsito, hubungan internasional yakni suatu studi terhadap interaksi dari politik luar negeri dari beberapa pelosok.
2. Drs. R. Soeprapto, hubungan internasional yaitu sebagai spesialisasi yang mengintegritaskan suatu cabang-cabang pengetahuan lain yang mempelajari segi-segi internasional kehidupan sosial umat manusia.
3. Kenneth Watts. Thompson, hubungan internasional yaitu sebuah studi tentang suatu rivalitas antar bangsa serta kondisi-kondisi dan institusi-institusi yang memperbaiki ataupun memperburuk suatu rivalitas tersebut.
4. J.C. Johari, hubungan internasional yaitu suatu studi tentang sebuah interaksi yang berlansung di antara negara-negara berdaulat yang di samping itu juga studi tentang suatu pelaku-pelaku non pelosok (non states actors) yang perilakunya memiliki dampak bersama tugas-tugas Negara.
5. Couloumbis dan Wolfe, hubungan internasional yaitu suatu studi yang sistematis mengenai suatu fenomena-fenomena yang dapat diamati dan mencoba mendapatkan suatu variabel-variabel dasar untuk menerangkan perilaku serta mengungkapkan sebuah karakteristik-Karakteristik atau tipe-tipe hubungan antara unit-unit sosial.
6. Mochtar Mas’oed, hubungan internasional ialah hubungan yang sangat kompleksitas karena di dalamnya terdapat / terlibat sebuah bangsa-bangsa yang tiap-tiap berdaulat yang sehingga memerlukan mekanisme yang lebih rumit untuk pada hubungan antar kelompok.
7. Jeremy Bentham, hubungan internasional yaitu suatu ilmu yang merupakan sebuah kesatuan disiplin dan punya ruang lingkup serta suatu konsep-konsep dasar.
8. John Lewis Gaddis, hubungan internasional ialah sebuah bidang kajian yang berguna bagi sebuah negarawan dalam cara untuk membangun dunia yang lebih baik.
9. Ishaq Rahman, hubungan internasional yaitu sebuah ilmu yang diidentikkan dengan suatu hubungan antara negara.
10. Couloumbis, hubungan internasional yakni suatu ilmu yang mempelajari sebuah pola-pola aksi dan reaksi di antara negara-negara berdaulat yang di mana perilaku elite pemerintah merupakan indikatornya.
B. Sejarah Hubungan Internasional
Sejarah hubungan internasional dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang lalu; Barry Buzan dan Richard Little, misalnya, menganggap interaksi antara beberapa negara-kota kuno di Sumeria, yang berawal pada tahun 3.500 SM, sebagai sistem internasional paling dewasa pertama di dunia. Sementara sejarah hubungan internasional berdasarkan negara berdaulat dapat ditelusuri hingga Perdamaian Westfalen (Westphalia) tahun 1648, sebuah batu loncatan dalam perkembangan sistem negara modern.
Sebelumnya, organisasi otoritas politik Eropa abad pertengahan masih didasarkan pada ordo keagamaan hierarkis yang tidak jelas. Berlawanan dengan kepercayaan masyarakat, Westfalen (Westphalia) masih menerapkan sistem kedaulatan berlapis, khususnya di dalam Kekaisaran Romawi Suci. Selain Perdamaian Westfalen (Westphalia), Traktat Utrecht tahun 1713 dianggap mencerminkan suatu norma baru bahwa negara berdaulat tidak memiliki kesamaan internal di dalam wilayah tetapnya dan tidak ada penguasa luar yang dapat menjadi penguasa mutlak di dalam perbatasan sebuah wilayah berdaulat.
Tahun-tahun antara 1500 hingga 1789 menjadi masa kebangkitan negara-negara berdaulat yang merdeka, institusionalisasi diplomasi dan angkatan bersenjata. Revolusi Prancis turut menambahkan ide baru bahwa yang dapat ditetapkan sebagai berdaulat bukanlah pangeran atau oligarki, tetapi warga negara yang didefinisikan sebagai bangsa. Suatu negara yang bangsanya berdaulat dapat disebut sebuah negara-bangsa (berbeda dengan monarki atau negara keagamaan). Istilah republik mulai menjadi sinonimnya.
Sebuah model alternatif negara-bangsa dikembangkan sebagai tanggapan atas konsep republik Prancis oleh bangsa Jerman dan lainnya, yang bukannya memberikan kedaulatan kepada warga negara, malah mempertahankan pangeran dan kerajaan, tetapi menetapkan kenegarabangsaan dalam hal etnolinguistik, sehingga menetapkan ide yang jarang terwujud bahwa semua orang yang mempertuturkan satu bahasa dimiliki oleh satu negara saja. Klaim yang sama terhadap kedaulatan dibuat untuk kedua bentuk negara-bangsa. Perlu diketahui bahwa di Eropa saat ini, beberapa negara mengikuti kedua definisi negara-bangsa: banyak yang melanjutkan sistem kerajaan berdaulat, dan sedikit sekali negara yang homogen etnisnya.
Sistem Eropa yang mengusung kesetaraan kedaulatan negara-negara dibawa ke Amerika, Afrika, dan Asia melalui kolonialisme dan "standar peradaban" mereka. Sistem internasional kontemporer akhirnya ditetapkan melalui dekolonisasi selama Perang Dingin. Tetapi, hal ini malah terlalu disederhanakan. Meski sistem negara-bangsa dianggap "modern", banyak negara belum memberlakukan sistem ini dan dianggap "pra-modern".
Lebih jauh lagi, beberapa negara telah bergerak keluar dari penuntutan kedaulatan penuh, dan dapat dianggap "pascamodern". Kemampuan kuliah HI kontemporer untuk menjelaskan hubungan antara jenis-jenis negara ini masih diragukan. "Tingkat analisis" adalah cara memandang sistem internasional, yang mencakup tingkat individual, kondisi domestik sebagai satu kesatuan, tingkat internasional berupa persoalan transnasional dan antarpemerintah, dan tingkat global.
Hal yang secara eksplisit diakui sebagai teori Hubungan Internasional belum dikembangkan hingga akhir Perang Dunia I. Meski begitu, teori HI sudah lama bergantung pada karya ilmu sosial lain. Pemakaian huruf kapital "H" dan "I" dalam Hubungan Internasional bertujuan untuk membedakan disiplin akademik Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional. Banyak orang merujuk The Art of War karya Sun Tzu (abad ke-6 SM), History of the Peloponnesian War karya Thucydides (abad ke-5 SM), Arthashastra karya Chanakya (abad ke-4 SM) sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan penjelasan yang lebih dalam oleh Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli.
Demikian pula, liberalisme bergantung pada karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant yang sering dirujuk sebagai penjelasan pertama mengenai teori perdamaian demokratis. Meski hak asasi manusia kontemporer dianggap berbeda daripada tipe hak asasi yang tergambar dalam hukum kodrat, Francisco de Vitoria, Hugo Grotius dan John Locke memberikan penjelasan langsung mengenai penetapan universal terhadap hak-hak tertentu atas dasar kemanusiaan umum. Pada abad ke-20, selain teori kontemporer internasionalisme liberal, Marxisme telah menjadi dasar hubungan internasional.
C. Asas Hubungan Internasional
Hubungan negara akan mewujudkan kesederajatan antar negara-negara yang terlibat di dalamnya, dan mewujudkan suatu kepentingan bersama untuk kemajuan (Hugo de Groot). Dalam hubungan Internasional, dikenal dengan beberapa asas yang didasarkan atas daerah dan sebuah ruang lingkup berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara masing-masing di antaranya,
1. Asas Teritorial, didasarkan pada sebuah kekuasaan negara atas daerahnya. Dalam asas yang satu ini, semua warga dan semua barang yang ada di wilayahnya diatur oleh sebuah hukum negara. Jadi, bagi sesuatu di luar wilayahnya maka akan berlaku sebuah hukum internasional.
2. Asas Kebangsaan, didasarkan pada sebuah wewenang negara untuk melindungi warga negaranya. Dalam asas ini, sebuah hukum dari negaranya akan berlaku terhadap setiap warga negaranya di mana pun ia berada. Jadi asas ini akan berlaku meskipun warga negaranya berada di wilayah asing (bukan wilayah negaranya).
3. Asas Kepentingan Umum, didasarkan pada sebuah wewenang negara untuk melindungi dan menganut suatu kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam asas ini, negara bisa menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan sebuah peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi asas ini hukumnya tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
D. Tujuan Hubungan Internasional
Terdapat beberapa tujuan hubungan internasional di antaranya,
1. Untuk memacu dalam pertumbuhan ekonomi setiap negara.
2. Untuk menciptakan rasa saling pengertian antarbangsa dalam membina dan menegakkan suatu perdamaian.
3. Untuk menciptakan sebuah keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di dunia.
4. Untuk menjalin hubungan internasional antarnegara yang bersangkutan.
5. Untuk menjalin kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
6. Untuk memenuhi suatu kebutuhan warga negaranya.
7. Untuk membuka peluang dalam pemasaran produk dalam negeri ke luar negeri.
8. Untuk memperlancar sebuah hubungan ekonomi antarnegara.
E. Faktor Penyebab Hubungan Internasional
Menjalin hubungan dengan negara lain memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu adanya pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan dari negara. Pengakuan negara tersebut dinamakan dengan de facto dan de jure. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan suatu negara perlu menjalin hubungan internasional di antaranya,
1. Faktor Internal, faktor internal mengapa suatu negara perlu menjalin hubungan internasional adalah adanya kekhawatiran terancamnya kelangsungan hidup. Ancaman tersebut dapat berupa intervensi maupun kudeta dari negara lain.
2. Faktor Eksternal, yaitu adanya ketentuan hukum alam yang mana tidak ada satu pun negara yang dapat hidup sendiri. Setiap negara tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa adanya kerja sama dan bantuan dari negara lain. Suatu negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerja sama dengan negara lain yang berupa pemecahan masalah politik, hukum, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Hubungan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam bernegara. Jika suatu negara tidak memiliki relasi atau kerja sama dengan negara lain, maka akan terjadi beberapa masalah kompleks seperti pengucilan, ketidakmampuan mencukupi sumber daya, kurangnya komunikasi dan informasi dari luar, dan lain sebagainya.
F. Teori Hubungan Internasional
1. Teori Positivis
a. Realisme
Realisme berfokus pada keamanan dan kekuasaan negara di atas segalanya. Para penganut pertama seperti E.H. Carr dan Hans Morgenthau berpendapat bahwa negara adalah aktor rasional yang egois dan mengejar kekuasaan, yang berusaha memaksimalkan keamanan dan kemungkinan keselamatan mereka. Kerja sama antarnegara adalah cara memaksimalkan keselamatan masing-masing negara (berbeda dengan alasan yang lebih idealis). Sama halnya, tindakan perang apa pun harus didasarkan pada kepentingan pribadi, alih-alih idealisme. Banyak realis memandang Perang Dunia II sebagai pendukung teori mereka.
Realisme politik yakin bahwa politik, seperti masyarakat pada umumnya, dipimpin oleh hukum objektif yang berasal dari sifat alami manusia. Untuk memperbaiki masyarakat, pertama mereka perlu memahami hukum yang menjadi acuan hidup masyarakat. Pelaksanaan hukum-hukum tersebut tidak berubah dengan pilihan kita, masyarakat akan menantangnya jika muncul risiko kegagalan.
Realisme, yang juga percaya terhadap objektivitas hukum politik, juga harus percaya terhadap kemungkinan mengembankan sebuah teori rasional yang merefleksikan hukum-hukum objektif ini sekalipun tidak sempurna dan memihak. Realisme juga percaya pada kemungkinan pemisahan dalam politik antara fakta dan pendapat-antara apa yang benar secara objektif dan rasional, diperkuat oleh bukti dan dicerahkan oleh alasan, dan apa yang berupa penilaian subjektif, dipisahkan dari fakta sebagaimana adanya dan diinformasikan oleh pemikiran yang buruk sangka dan penuh harapan.
b. Liberalisme/Idealisme/Internasionalisme Liberal
Teori hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I sebagai respons atas ketidakmampuan negara-negara untuk mengendalikan dan membatasi perang dalam hubungan internasional mereka. Para penganut pertamanya meliputi Woodrow Wilson dan Norman Angell, yang berpendapat keras bahwa negara dapat makmur melalui kerja sama dan bahwa perang bersifat sangat destruktif serta sia-sia.
c. Neoliberalisme
Neoliberalisme mencoba memperbarui liberalisme dengan menerima anggapan neorealis bahwa negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional, tetapi masih mengakui pentingnya aktor non-negara dan organisasi antarpemerintah (IGO). Pendukung seperti Maria Chattha berpendapat bahwa negara-negara akan saling bekerja sama tanpa memandang hasil relatifnya, dan lebih melihat hasil absolutnya. Ini juga berarti bahwa bangsa-bangsa, pada dasarnya, bebas membuat pilihan mereka sendiri tentang bagaimana mereka menjalankan kebijakan tanpa adanya organisasi internasional yang menghalang-halangi hak sebuah bangsa untuk berdaulat.
Neoliberalisme juga memiliki teori ekonomi yang didasarkan pada pemanfaatan pasar terbuka dan bebas dengan sedikit intervensi pemerintah, jika ada, untuk mencegah munculnya monopoli dan konglomerat lain. Saling ketergantungan yang muncul sepanjang dan setelah Perang Dingin melalui institusi internasional mendorong penetapan neo-liberalisme sebagai institusionalisme; bagian baru dari teori ini didukung oleh Robert Keohane dan Joseph Nye.
d. Teori Rezim
Teori rezim berasal dari tradisi liberal yang berpendapat bahwa institusi atau rezim internasional mempengaruhi kelakuan negara-negara (atau aktor internasional lainnya). Teori ini berasumsi bahwa kerja sama dapat dilaksanakan pada sistem negara yang anarkis. Memang, dilihat dari definisinya, rezim merupakan contoh kerja sama internasional.
Sementara realisme memperkirakan bahwa konflik harus menjadi norma dalam hubungan internasional, teoretisi rezim mengatakan bahwa terjadi kerja sama meski bersifat anarki. Mereka sering merujuk pada kerja sama perdagangan, hak asasi manusia dan keamanan kolektif. Contoh kerja sama ini adalah rezim. Definisi rezim yang sering dikutip berasal dari Stephen Krasner. Krasner mendefinisikan rezim sebagai "institusi yang memiliki norma, aturan keputusan, dan prosedur yang memfasilitasi konvergensi harapan."
2. Teori Pascapositivis/Reflektivis
a. Teori Masyarakat Internasional (aliran Inggris)
Teori masyarakat internasional, juga disebut aliran Inggris, berfokus pada norma dan nilai bersama negara-negara dan bagaimana mereka mengatur hubungan internasional. Contoh-contoh norma tersebut adalah diplomasi, ketertiban, dan hukum internasional. Tidak seperti neo-realisme, teori ini tidak positivis. Para teoretisi lebih memperhatikan intervensi kemanusiaan, dan terbagi antara solidaris, yang lebih mendukung intervensi, dan pluralis, yang mendukung ketertiban dan kedaulatan. Nicholas Wheeler adalah solidaris terkenal, sementara Hedley Bull dan Robert H. Jackson adalah pluralis terkenal.
b. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial mencakup serangkaian teori yang bertujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan ontologi, seperti perdebatan struktur dan lembaga, serta pertanyaan epistemologi, seperti perdebatan "material/ideasional" yang memperhatikan peran relatif kekuatan material versus ide. Konstruktivisme bukan merupakan teori HI dalam artian neo-realisme, tetapi sebuah teori sosial yang lebih bagus dipakai untuk menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil oleh negara dan aktor-aktor besar lain, serta identitas yang memandu negara dan aktor-aktor ini.
Konstruktivisme dalam HI dapat dibagi menjadi sesuatu yang Hopf (1998) sebut konstruktivisme 'konvensional' dan 'kritis'. Hal yang umum terhadap segala jenis konstruktivisme adalah kepentingan terhadap peran yang dimainkan kekuatan-kekuatan ideasional. Sarjana konstruktivis ternama, Alexander Wendt, menulis dalam artikelnya di International Organization tahun 1992 (yang diikuti oleh buku Social Theory of International Politics (1999)) bahwa "anarki adalah sesuatu yang dihasilkan negara". Dengan ini, ia berusaha mengatakan bahwa struktur anarkis yang diklaim para neo-realis mengatur interaksi negara faktanya merupakan suatu fenomena yang dibangun secara sosial dan direproduksi oleh negara.
Misalnya, jika sistem ini didominasi oleh negara-negara yang melihat anarki sebagai situasi hidup atau mati (yang disebut Wendt sebagai anarki "Hobbesian"), sistem tersebut akan ditandai dengan peperangan. Di sisi lain, jika anarki dilihat sebagai sesuatu yang membatasi (anarki "Lockean"), sistem yang lebih damai akan tercipta. Anarki dalam pandangan ini dibentuk oleh interaksi negara, alih-alih diterima sebagai fitur kehidupan internasional yang alami dan kekal sebagaimana dikatakan para teoretisi HI neo-realis.
c. Teori Kritis
Teori hubungan internasional kritis adalah penerapan 'teori kritis' terhadap hubungan internasional. Para pendukungnya seperti Andrew Linklater, Robert W. Cox dan Ken Booth berfokus pada perlunya emansipasi manusia dari negara. Karena itu, teori ini "kritis" terhadap teori HI arus utama yang bersifat negara-sentris.
d. Marxisme
Teori Marxis dan Neo-Marxis HI menolak pandangan realis/liberal terhadap konflik atau kerja sama negara; mereka berfokus pada aspek ekonomi dan material. Ini menciptakan asumsi bahwa ekonomi mengalahkan masalah lainnya, sehingga memungkinkan peningkatan kelas menjadi fokus studi. Para Marxis memandang sistem internasional sebagai satu sistem kapitalis terpadu yang terus menambah modal. Jadi, masa kolonialisme membawa sumber bahan baku dan pasar terkurung untuk ekspor, sementara dekolonialisasi membawa kesempatan baru dalam bentuk ketergantungan.
Teori yang terhubung dengan Marxis adalah teori ketergantungan yang berpendapat bahwa negara-negara maju, dalam mencapai kekuasaannya, menyusup ke negara-negara berkembang melalui penasihat politik, misionaris, para ahli, dan MNC untuk mengintegrasikan mereka ke sistem kapitalis demi mendapatkan sumber daya alam yang cukup dan mendorong ketergantungan.
Teoretisi Marxis kurang mendapat perhatian di Amerika Serikat, karena negara tersebut tidak memiliki partai sosialis besar. Teori ini lebih mencuat di sebagian wilayah Eropa dan merupakan salah satu kontribusi teori terpenting di kalangan akademisi Amerika Latin, misalnya melalui teologi pembebasan.
e. Teori Kepemimpinan
a) Sudut pandang kelompok kepentingan, teori kelompok kepentingan mengatakan bahwa pendorong perilaku negara adalah kelompok kepentingan subnegara. Contoh-contoh kelompok kepentingan adalah pelobi politik, militer, dan perusahaan. Teori kelompok berpendapat bahwa meski kelompok-kelompok kepentingan ini konstitutif terhadap negara, mereka juga merupakan tenaga pendorong pelaksanaan kekuasaan negara.
b) Sudut pandang strategis, adalah pendekatan teoretis yang memandang individu memilih tindakan mereka dengan mempertimbangkan tindakan yang diantisipasi dan respons individu lain dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan mereka.
c) Model keyakinan buruk tersirat, model keyakinan buruk tersirat" dalam pemrosesan informasi adalah teori psikologi politik yang pertama kali dikemukakan Holsti untuk menjelaskan hubungan antara keyakinan John Foster Dulles dan model pemrosesan informasinya. Model ini merupakan model saingan yang paling banyak dipelajari. Sebuah negara dianggap sebagai musuh, dan segala indikator yang menyatakan sebaliknya justru tidak diakui. Indikator-indikator ini dianggap sebagai propaganda atau tanda kelemahan. Contohnya adalah sikap John Foster Dulles terhadap Uni Soviet, atau sikap awal Israel terhadap Organisasi Pembebasan Palestina.
3. Teori Pascastrukturalis
Teori pascastrukturalis HI berkembang pada tahun 1980-an dari studi pascamodernis dalam ilmu politik. Pascastrukturalisme mempelajari dekonstruksi konsep-konsep yang secara tradisional tidak problematis dalam HI, seperti 'kekuasaan' dan 'lembaga' dan menguji bagaimana pembuatan konsep-konsep ini membentuk hubungan internasional. Pengujian 'narasi' memainkan peran penting dalam analisis pascastrukturalis, misalnya karya pascastrukturalis feminis telah menguji peran bahwa 'wanita' turut berpartisipasi dalam masyarakat global dan bagaimana mereka dibangun dalam perang sebagai sosok 'tidak bersalah' dan 'warga sipil'.
G. Pola Hubungan Internasional
1. Pola Penjajahan, penjajahan pada hakikatnya ialah sebuah penghisapan oleh suatu bangsa atas bangsa lain yang ditimbulkan oleh sebuah perkembangan paham kapitalis, yang di mana pelosok penjajah akan membutuhkan bahan mentah bagi industrinya dan ataupun pasar bagi hasil industrinya. Inti dari suatu penjajahan di sini. yaitu suatu penguasaan wilayah bangsa lain.
2. Pola Ketergantungan, pola yang satu ini biasanya terjadi pada suatu negara-negara berkembang yang kekurangan modal dan teknologi untuk membangun sebuah negaranya, terpaksa akan mengandalkan sebuah bantuan negara-negara maju yang hasilnya akan mengakibatkan ketergantungan pada negara-negara maju tersebut. Pola hubungan yang satu ini dikenal juga sebagai neo-kolonialisme (penjajahan dalam bentuk baru).
3. Pola Hubungan Sama Derajat, pola hubungan yang satu ini yang paling sulit diwujudkan, tapi pola hubungan yang amat ideal dikarenakan berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, sesuai dengan bunyi sila kedua Pancasila, yang menuntut sebuah penghormatan arah kodrat manusia sebagai makhluk yang sederajat tanpa memandang suatu ideologi, bentuk negara maupun sistem pemerintahannya.
H. Sarana Hubungan Internasional
Sebuah hubungan internasional akan membutuhkan sebuah sarana yang bisa digunakan oleh negara yang menjalin hubungan internasional menurut J. Fradhel di antaranya,
1. Diplomasi, yaitu segala bentuk suatu kegiatan yang dipakai untuk menentukan sebuah tujuan, dan menggunakan kemampuan supaya mencapai tujuan itu, menyesuaikan dengan kepentingan nasional dengan negara lain, membuat tujuan nasional yang berjalan untuk suatu kepentingan bangsa dan negara, serta menggunakan sarana dan kesempatan sebaik-baiknya.
2. Propaganda, yaitu sebuah usaha yang sudah diatur dengan secara sistematis dan digunakan untuk mempengaruhi sebuah pikiran, emosi, dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum, tetapi bukan untuk kepentingan pemerintahannya. Informasinya dalam bentuk apa pun bisa dijadikan propaganda tanpa adanya batasan media.
3. Ekonomi, Sosial, dan Budaya, memanfaatkan sebuah sarana Ekonomi, sosial, dan budaya dapat membantu menambah pemasukan negara dan merupakan sebuah sarana yang sangat efektif.
4. Kekuatan Militer, pada sarana yang satu ini dapat meningkatkan sebuah kepercayaan suatu negara dalam menghadapi berbagai sebuah ancaman dari negara lain. Juga diperlukan dalam membentuk suatu kesiapan bersama untuk menghadapi suatu kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan.
I. Manfaat Hubungan Internasional
1. Manfaat ideologi, yakni untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
2. Manfaat politik, yakni untuk menunjang pelaksanaan kebijakan politik dan hubungan luar negeri yang digunakan untuk kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang.
3. Manfaat ekonomi, yakni untuk menunjang upaya meningkatkan pembangunan ekonomi nasional.
4. Manfaat sosial dan budaya, yakni untuk menunjang upaya pembinaan dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa dalam upaya penanggulangan terhadap setiap bentuk ancaman, tantangan, hambatan, gangguan, dan kejahatan internasional dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Manfaat perdamaian dan keamanan internasional, yakni untuk menunjang upaya pemeliharaan dan pemulihan perdamaian, keamanan, dan stabilitas internasional.
6. Manfaat kemanusiaan, yakni untuk menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan setiap bentuk bencana serta rehabilitasi akibat-akibatnya.
7. Manfaat lainnya, yakni untuk meningkatkan peranan dan citra Indonesia di forum internasional dan hubungan antarnegara serta kepercayaan masyarakat internasional.
Adapun manfaat lain yang akan diperoleh oleh negara termasuk Indonesia di antaranya,
1. Meningkatkan perdamaian antarnegara di dunia
2. Melindungi dan mempertahankan kemerdekaan suatu negara
3. Mewujudkan tujuan pembangunan pada bidang sosial ekonomi
4. Menghasilkan koordinasi ekonomi yang terarah
5. Memperlebar jaringan dan pemanfaatan suatu wilayah
6. Meningkatkan pemasukan negara
7. Meningkatkan daya saing negara pada bidang ekonomi
8. Memberikan tambahan devisa bagi negara
9. Menciptakan suatu organisasi internasional bersama
Dari berbagai sumber
Post a Comment