Pengertian Partisipasi, Prinsip, Faktor, Bentuk, Jenis, Tipe, dan Manfaatnya

Table of Contents
Pengertian Partisipasi
Partisipasi

A. Pengertian Partisipasi

Partisipasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang artinya pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Keikutsertaan individu-individu sebagai anggota masyarakat akan menciptakan kebersamaan yang mempunyai pengaruh besar terhadap pelaksanaan dan keberhasilan suatu kegiatan.

Partisipasi merupakan suatu gejala demokrasi di mana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi dilakukan baik sebagai individu atau kelompok secara aktif yang dilandasi oleh sikap, kehendak dan kesadaran untuk mengusahakan berhasilnya suatu kegiatan, sehingga dapat mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai dengan tujuan bersama.

Partisipasi Menurut Beberapa Ahli
1. Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya.
2. Mubyarto (1984:35), partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.
3. Koentjaraningrat (1985:79) menggolongkan partisipasi ke dalam dua tipe, yaitu partisipasi dalam kegiatan-kegiatan bersama dalam pembangunan dan partisipasi sebagai individu di luar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan.
4. Sastropoetro (1995:11), partisipasi adalah keterlibatan, partisipasi atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan eksternal.

B. Prinsip Partisipasi

Prinsip partisipasi menurut Departement for International Development (DFID) di antaranya,
1. Cakupan, wakil-wakil atau juga semua orang dari pihak kelompok yang terkena dampak dari hasil proses atau keputusan proyek pembangunan.
2. Kesetaraan dan kemitraan (equal partnership), pada dasarnya seseorang memiliki kemampuan, keterampilan serta memiliki hak untuk memakai kemampuannya tersebut yang terlibat dalam setiap proses untuk membangun dialog tanpa harus memperhitungkan struktur dan jenjang masing-masing pihak.
3. Transparansi, semua pihak harus bisa menumbuhkan dan mengembangkan sebuah komunikasi dan cara komunikasi terbuka dan kondusif, sehingga dapat menimbulkan suatu dialog.
4. Kesetaraan kewenangan (sharing power/equal powership), dalam pihak-pihak yang terlibat harus bisa menyeimbangkan kekuasaan dan distribusi kewenangan untuk dapat menghindari terjadinya dominasi.
5. Kesetaraan tanggung jawab (sharing responsibility), berbagai pihak memiliki tanggung jawab yang jelas dalam sebuah proses sebab adanya kesetaraan keterlibatan dan kewenangan dalam proses mengambil sebuah keputusan dan langkah selanjutnya.
6. Pemberdayaan (empowerment), keterlibatan semua pihak tidak dapat terlepas dari berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki semua pihak, maka dalam melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi sebuah proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lainnya.
7. Kerja sama, diperlukan kerja sama dengan semua pihak yang terlibat untuk saling berbagai kelebihan untuk dapat mengurangi berbagai kelemahan yang ada, pada khususnya yang terkait dengan kemampuan sumber daya manusia.

C. Faktor Partisipasi

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya,
1. Usia, merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin, nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan, dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan, hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal, lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

D. Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi yang nyata di antaranya,
1. Partisipasi uang, adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan
2. Partisipasi harta benda, adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas
3. Partisipasi tenaga, adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program
4. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya

Terdapat dua bentuk partisipasi menurut Effendi di antaranya,
1. Partisipasi vertikal, adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan.
2. Partisipasi horizontal, adalah di mana masyarakatnya tidak mustahil untuk mempunyai prakarsa di mana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri

E. Jenis Partisipasi

Jenis partisipasi menurut Etzioni (1961) di antaranya,
1. Partisipasi alienatif, seperti halnya hubungan antara orang asing yang bermusuhan, di mana satu pihak ingin memaksakan dan memanipulasikan kepentingannya dari pihak yang lain.
2. Partisipasi kalkulatif, yaitu orientasi pada hubungan keuntungan, seperti halnya dalam kontrak-kontrak bisnis dan memperhitungkan nilai-nilai ekonomis.
3. Partisipasi normatif (moral), yaitu orientasi pada komitmen-komitmen berdasarkan internalisasi norma-norma dan identifikasi kewibawaan, atau karena tekanan-tekanan kelompok sosial.

Dusseldorf dalam Mardikanto (1988) yang menjelaskan jenis partisipasi di antaranya,
1. Partisipasi bebas, yaitu peran serta yang dilandasi rasa sukarela yang bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu kegiatan. Partisipasi bebas dapat dibedakan dalam beberapa hal di antaranya,
a. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh secara spontan dari keyakinan atau pemahaman sendiri, tanpa ada pengaruh yang diterima dari pihak lain.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu apabila peran serta sukarela tumbuh karena terpengaruh oleh bujukan atau ajakan dari pihak lain. Partisipasi terinduksi dapat dibedakan lagi menurut pihak-pihak yang mempengaruhinya yaitu (1) Pemerintah atau kelompok atau organisasi sosial yang diikutinya, (2) Lembaga sukarela di luar masyarakat itu sendiri. (3) Seseorang individu atau lembaga sosial setempat.

2. Partisipasi paksaan, yaitu peran serta tertekan, dapat dibedakan dalam beberapa hal di antaranya,
a. Partisipasi oleh hukum atau peraturan, yaitu keikutsertaan dalam suatu kegiatan yang diatur oleh hukum atau peraturan yang berlaku yang bertentangan dengan keyakinan atau pendiriannya sendiri, tanpa harus memerlukan persetujuan terlebih dahulu.
b. Partisipasi paksaan karena keadaan sosial ekonomi, peran serta ini dapat disamakan dengan partisipasi bebas karena yang berperan sama sekali tidak memperoleh tekanan atau paksaan secara langsung dari siapa pun juga untuk berperan serta. Tetapi jika ia berperan serta dalam kegiatan tertentu, maka ia akan menghadapi tekanan ancaman, atau bahkan yang akan mengancam hidupnya.

3. Partisipasi karena kebiasaan, suatu bentuk peran serta yang dilakukan karena kebiasaan setempat, seperti kebiasaan-kebiasaan karena jenis kelamin, ras, agama atau kepercayaan.

F. Tipe Partisipasi

Tipologi partisipasi masyarakat dan individu di antaranya,
1. Partisipasi Pasif/Manipulatif
a. Masyarakat diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi.
b. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat.
c. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.

2. Partisipasi dengan cara memberikan informasi
a. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
b. Masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian.
c. Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.

3. Partisipasi melalui Konsultasi
a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi.
b. Orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan masyarakat.
c. Tidak ada peluang bagi pembuatan keputusan bersama.
d. Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

4. Partisipasi untuk Insentif Materiil
a. Masyarakat menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja demi mendapatkan imbalan/upah.
b. Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya.
c. Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan pada saat insentif yang disediakan habis.

5. Partisipasi Fungsional
a. Masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek.
b. Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati.
c. Awalnya masyarakat bergantung pada pihak luar, tetapi pada saatnya mampu mandiri.

6. Partisipasi Interaktif
a. Masyarakat berperan dalam analisis bersama untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan.
b. Cenderung melibatkan metodologi interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik.
c. Masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mempunyai andil dalam keseluruhan kegiatan.

7. Partisipasi Mandiri (Self Mobilization)
a. Masyarakat mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki.
b. Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumber daya yang dibutuhkan.
c. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada.

G. Manfaat Partisipasi

Manfaat partisipasi dalam kebijakan pemerintah di antaranya,
1. Dapat membentuk perilaku atau budaya demokrasi
2. Dapat membentuk masyarakat hukum
3. Dapat membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlak mulia
4. Dapat membentuk masyarakat madani yaitu masyarakat yang memiliki kesukarelaan tidak menggantungkan pada orang lain(keswasembadaan),tidak menggantungkan diri pada Negara (kemandirian), keterkaitan pada nilai-nilai yang disepakati
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment