Pengertian Petani Gurem dan Problematikanya

Table of Contents
Pengertian Petani Gurem dan Problematikanya
Petani Gurem

Tani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam; mata pencarian dalam bentuk mengusahakan tanah dengan tanam-menanam. Petani dalam KBBI adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Sementara petani gurem adalah petani kecil (biasa memiliki lahan kurang dari 0,25 ha).

Istilah gurem sejatinya merujuk pada kutu parasit yang kerap ditemukan pada ayam kampung betina yang sedang mengerami telur. Kadang menyebar di sudut-sudut kandang. Hewan ini berukuran sangat kecil, tak sampai 1 milimeter, tetapi gigitannya sanggup bikin kulit iritasi, gatal, bahkan alergi.

Meski begitu, dalam urusan pertanian Indonesia, petani gurem adalah pahlawan. Menurut Sensus Pertanian 2013, petani dengan luas lahan kurang dari 2 hektar mencapai 22,9 juta rumah tangga atau 87,63 persen dari total rumah tangga petani. Mayoritas di antaranya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. Saking kecilnya kepemilikan lahan itu, mereka lalu disebut gurem.

Pada 2013, jumlah rumah tangga petani gurem di Indonesia adalah 14.250.000 rumah tangga atau 55,53 % dari total rumah tangga petani di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Oleh karena itu, petani gurem memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan pertanian Indonesia.

Akan tetapi, petani gurem belum dapat diandalkan secara penuh dalam memenuhi kebutuhan karena risiko yang mereka hadapi. Risiko ini memengaruhi perilaku petani untuk memutuskan apakah akan meningkatkan produktivitas atau tidak. Risiko terbesar adalah kegagalan panen karena iklim yang buruk.

Sebagai hasil dari kegagalan ini, petani rugi karena penanaman modal awal tidak dapat dibayar dan keluarga mereka menderita. Jadi, banyak petani yang meninggalkan ladangnya atau tetap bertani dengan hasil yang minimal. Berdasarkan data BPS per Desember 2013, jumlah rumah tangga petani gurem pada 2013 turun sebanyak 25,07 % sejak tahun 2003.

Alhasil, secara makro, hal ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan produksi pertanian, orang-orang banyak yang tidak mau berusaha di pertanian, sehingga terjadi kondisi seperti saat ini di mana impor tanaman pangan di Indonesia cukup tinggi. Kondisi ini terjadi karena minimnya intervensi pemerintah dalam bidang pertanian.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment