Pengertian Konotasi, Ciri, dan Cara Membedakannya

Table of Contents
Pengertian Konotasi
Konotasi

A. Pengertian Konotasi

Konotasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Konotasi adalah makna kultural atau emosional yang bersifat subjektif dan melekat pada suatu kata atau frasa. Sementara itu, makna eksplisit dan harfiah dari suatu kata atau frasa disebut denotasi.

Makna konotasi disebut juga makna tingkat dua yaitu makna tambahan dari denotasi. Konotasi dapat berbentuk positif maupun negatif. Contoh konotasi positif dalam bahasa Indonesia adalah "lubuk hati" yang berarti "perasaan", sementara contoh konotasi negatif adalah "kambing hitam" yang bermakna "orang yang disalahkan."

Makna konotasi merupakan makna tambahan yang bersifat konsensus dan berkaitan dengan nilai rasa. Makna ini merupakan akibat dari nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat tertentu, yang juga membuat adanya perbedaan fungsi sosial kata dengan makna yang hampir sama. Meskipun demikian, makna kata juga akan berubah seiring dengan perubahan nilai dan norma yang terjadi di masyarakat.

B. Ciri Konotasi

1. Makna konotasi terjadi apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif atau negatif. Jika tidak bernilai rasa dapat juga disebut berkonotasi netral.
2. Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma yang ada pada masyarakat tersebut.
3. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu.

C. Membedakan Kalimat Konotasi

Untuk mengidentifikasi apakah suatu kalimat tersebut merupakan kalimat konotasi atau bukan dapat dilihat melalui keambiguitasan maknanya. Jika makna kalimat tersebut masuk akal, maka itu ialah kalimat denotasi. Sedangkan jika tidak masuk akal, maka kalimat tersebut adalah kalimat konotasi.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment