Pengertian Bahasa Baku, Fungsi, Ciri, dan Proses Pembakuan

Pengertian Bahasa Baku
Bahasa Baku
A. Pengertian Bahasa Baku
Istilah baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pokok; utama; tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan; standar. Dengan demikian bahasa baku adalah bahasa yang memenuhi kaidah standar tata bahasa Indonesia yang telah disepakati.

Bahasa baku atau bahasa standar, atau standar bahasa dalam bahasa Inggris standard language, linguistic standard adalah varietas bahasa yang berkontras dengan bentuk-bentuk vernakular (termasuk dialek geografis dan sosiolek). Bahasa baku diterima di masyarakat sebagai peranti komunikasi publik dan formal, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat, dan rapat resmi.

Varietas tersebut dianggap isolek netral yang digunakan oleh keseluruhan masyarakat yang bersangkutan, terlepas dari asal geografis atau sosial mereka. Dengan kata lain, bahasa baku adalah bentuk bahasa yang telah mengalami proses standardisasi, yaitu tahap menegakkan tata bahasa dan kamus normatif. Penetapan bahasa baku biasanya melibatkan kodifikasi norma kebahasaan dan sistem ejaan, serta penerimaan konvensi ini oleh khalayak umum.
 
Bahasa setidaknya mempunyai satu varietas standar. Menurut definisi ini, istilah bahasa baku merujuk kepada keseluruhan bahasa itu, bukan kepada bentuk bakunya sendiri. Di Indonesia, varietas baku tidak cocok digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar keempat penggunaan itu, umumnya dipakai bahasa tak baku.

B. Fungsi Bahasa Baku
Paul L. Garvin membedakan lima fungsi bahasa baku di antaranya,
1. Penyatu, memungkinkan komunikasi mudah di dalam suatu komunitas bahasa dan membina identitas kultural-politik komunitas tersebut
2. Pemisah, mengontraskan suatu komunitas bahasa dengan yang lain, sambil membangun ikatan antara bahasawan yang menggunakan varietas bahasa yang berbeda-beda
3. Pemberi prestise, bertindak sebagai pembawa gengsi sosial dan kultural, baik untuk seluruh komunitas maupun bagi seorang individu yang menuturkannya
4. Partisipatif, memungkinkan para penutur bahasa untuk mendapatkan manfaat dari penguasaan bahasa baku (mobilitas sosial, kemungkinan berpartisipasi dalam wacana publik, dll.)
5. Kerangka acuan, berfungsi sebagai patokan untuk penilaian praktik kebahasaan

C. Ciri Bahasa Baku
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing
3. Bukan bahasa percakapan
4. Pemakaian imbuhan pada kata bersifat eksplisit
5. Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat
6. Kata baku bukan kata rancu
7. Kata baku tidak mengandung hiperkorek
8. Tidak mengandung pleonase

D. Proses Pembakuan
Standardisasi bahasa dikaitkan dengan terbentuknya negara kebangsaan dan dilatarbelakangi kebutuhan mendefinisikan norma komunikasi supraregional. Sebuah bahasa baku dibentuk di atas fondasi varietas bahasa yang berkerabat – bentuknya dapat ditentukan dengan dipromosikannya satu dialek, misalnya isolek yang digunakan oleh pemerintah atau pusat kebudayaan; alternatifnya, bisa ditentukan sebuah varietas baru yang menghimpunkan ciri-ciri dialek yang berbeda.

Terwujudnya bahasa baku umumnya disertai dengan pembuatan sistem ejaan yang selaras, yang bisa dikodifikasikan dalam terbitan preskriptif jenis formal (kamus dan tata bahasa normatif) atau diterapkan dalam serangkaian teks acuan yang disepakati. Terlepas dari apakah sumber tersebut dikembangkan oleh individu swasta atau oleh lembaga negara, terbitan tersebut mulai berfungsi sebagai standar bahasa jika diperlakukan oleh masyarakat sebagai tolok ukur untuk penilaian dan pembetulan praktik kebahasaan.

Bentuk tulis yang dibakukan dan kodifikasi selanjutnya membuat varietas baku menjadi lebih stabil dan memberikan fondasi untuk pengembangan lebih lengkap (Ausbau). Bahasa standar berfungsi sebagai norma bahasa tulis, bertindak sebagai perangkat komunikasi resmi, digunakan oleh penyiar, dan umumnya diajarkan kepada orang asing.
 
Selama proses ini, standar bahasa mendapatkan gengsi kebudayaan lebih tinggi dan menjadi lebih maknawi secara fungsional daripada dialek-dialek vernakular. Dialek-dialek tersebut dianggap dependen (heteronom) terhadap bahasa standar karena penuturnya memperlakukan bahasa baku sebagai norma bahasa tulis, menganggapnya sebagai otoritas, menggunakan terminologi ahli yang dibentuk di dalamnya, dan segala kecenderungan standardisasi yang terwujud dalam dialek tersebut membuat bentuknya semakin mendekati bahasa baku.

Dalam kasus beberapa bahasa, seperti bahasa Inggris, proses ini dapat berlangsung selama waktu yang panjang tanpa intervensi eksternal; sedangkan dalam kasus lain, proses tersebut diawasi dan diarahkan oleh badan otoritatif seperti Académie française dan tindakannya mempercepat penerapan tahap tersebut. 

Karena pembentukan standar terutama dipengaruhi bukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi oleh kondisi politik dan historis yang berlaku, bahasa baku tidak seharusnya diperlakukan sebagai bentuk yang lebih utama atau lebih "benar" dibandingkan varietas lain. Para ahli linguistik mengakui bahwa bahasa standar bersifat arbitrer dan konvensional, serta menekankan bahwa berfungsinya bahasa baku dimungkinkan karena kesepakatan sosial umum.
 
Dalam literatur linguistik, sebutan "dialek baku" kadang digunakan sebagai pengganti istilah "bahasa baku" yang lebih netral. Kumpulan pandangan dan sikap sosial yang khas menyertai terwujudnya bahasa baku, termasuk penyamaan "baku" dengan "benar", disebut dengan ideologi bahasa standar.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Bahasa Baku, Fungsi, Ciri, dan Proses Pembakuan"