Pengertian Etnometodologi, Konsep, dan Jenisnya

Table of Contents
Pengertian Etnometodologi
Etnometodologi

A. Pengertian Etnometodologi

Etnometodologi (ethnomethodology) berasal dari bahasa Yunani, ethnos yang artinya manusia, methode yang artinya cara, dan logos yang artinya ilmu. Etnometodologi adalah studi atau ilmu tentang metode yang digunakan oleh orang awam atau masyarakat biasa untuk menciptakan perasaan keteraturan atau keseimbangan di dalam situasi di mana mereka berinteraksi.

Dengan kata lain etnometodologi adalah studi tentang cara-cara yang digunakan oleh sejumlah orang dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Demikian, Etnometodologi pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat  (commons sense) dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat dapat memahami, mencari, dan bertindak berdasarkan situasi di mana mereka menemukan dirinya sendiri.

Teori etnometodologi ditemukan oleh seorang sosiolog Amerika Serikat yang bernama Harold Garfinkel di akhir tahun 1940. Teori ini baru diakui menjadi teori yang sistematis setelah di terbitkan karyanya yang berjudul Studies in Ethnomthodology pada tahun 1967. Garfinkel memiliki pandangan tentang fakta sosial sebagai fenomena sosiologi fundamental. Fakta sosial berada di luar dan cenderung memaksa individu. Pandangan ini identik dengan aktor yang dipaksa atau ditentukan oleh struktur dan pranata sosial. Sedikit sekali kemungkinan kemampuan untuk mempunyai kebebasan membuat pertimbangan.

Sebaliknya etnometodologi membuat obyektivitas fakta sosial sebagai prestasi anggota dengan produk aktivitas metodologi kelompok. Dengan demikian etnometodologi memusatkan perhatian pada organisasi-organisasi kehidupan sehari-hari. Maka etnometodologi bukanlah sosiologi makro. etnometodologi memiliki tiga dasar asumsi di antaranya,
1. Kehidupan sosial pada dasarnya tidaklah pasti atau tidak menentu
2. Aktor tidak menyadari
3. Aktor memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat dunia tampak sebagai tempat yang teratur

Pengertian Etnometodologi Menurut Beberapa Ahli
1. Heritage (1984:4), etnometodologi merupakan kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi di mana mereka menemukan dirinya sendiri.
2. Garfinkel (1991:11), teori etnometodologi membicarakan objektivitas fakta sosial sebagai prestasi anggota sebagai prodak aktivitas metodologi anggota. Grafinkel melukiskan sasaran perhatian etnometodologi sebagai berikut: “Realitas objektif fakta sosial bagi etnometodologi adalah fenomena fundamental sosiologi karena merupakan setiap produk masyarakat setempat yang diciptakan dan diorganisir secara alamiah, terus menerus, prestasi praktis, selalu, hanya, pasti dan menyeluruh, tanpa henti dan tanpa peluang menghindar, menyembunyikan diri, melampaui, atau menunda”.
3. Hilbert (1992:193) menyatakan, pakar etnometodologi tak memusatkan perhatian kepada aktor individual, tapi lebih pada “anggota”. Namun, anggota tidak dilihat sebagai individu, tetapi lebih “semata-mata sebagai aktivitas keanggotaan- praktik cerdik untuk menciptakan apa yang menurut mereka merupakan struktur organisasi berskala luas dan struktur personal atau interaksional berskala kecil”.

Jadi, pakar etnometodologi tak tertarik pada struktur mikro dan struktur makro, tetapi mereka memusatkan perhatian pada praktik cerdik yang menghasilkan pemahaman tentang kedua jenis struktur itu. Granfikel dan pakar etnometodologi lainnya memusatkan perhatiannya kepada cara baru dalam memahami struktur baik mikro maupun makro yang sejak lama sudah menjadi sasaran perhatian sosiologi.

B. Konsep dan Jenis Etnometodologi

1. Studi Setting Institusional
Tipe pertama adalah studi etnometodologi tentang setting institusional. Studi etnometodologi awal dilakukan oleh Garfinkel dan rekannya berlangsung dalam setting biasa dan tak diinstitusionalkan (noninstitutonalized) seperti di rumah kemudian bergeser ke arah studi kebiasaan sehari-hari dalam setting institusional seperti dalam sidang pengadilan, klinik (Ten Have, 1995), dan kantor polisi. Tujuan studi seperti itu adalah memahami cara orang dalam setting institusional melaksanakan tugas kantor mereka dan proses yang terjadi dalam institusi tempat tugas itu berlangsung.

Studi sosiologi konvensional tentang setting institusional seperti itu memusatkan perhatian pada strukturnya, aturan formalnya, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang di dalamnya. Menurut pakar etnometodologi, paksaan eksternal tak memadai untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi di dalam institusi itu. Orang tidak ditentukan oleh kekuatan eksternal seperti itu; mereka menggunakan institusi untuk menyelesaikan tugas mereka dan untuk menciptakan institusi di mana mereka berada di dalamnya.

Orang menggunakan prosedur yang berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk menghasilkan produk institusi. Misalnya, tingkat angka kriminal disusun oleh kantor polisi bukan semata-mata karena akibat petugas mengikuti peraturan yang ditetapkan secara jelas dalam tugas mereka. Petugas lebih memanfaatkan prosedur berdasarkan akal sehat untuk memutuskan umpamanya apakah korban harus digolongkan sebagai korban pembunuhan. Jadi, angka kriminal seperti itu berdasarkan penafsiran pekerjaan dan profesional, dan pemeliharaan catatan kriminal seperti itu adalah kegiatan yang berguna untuk studi yang sebenarnya.

2. Analisis Percakapan
Jenis etnometodologi kedua adalah analisis percakapan (conversation analysis). Tujuan analisis percakapan adalah “untuk memahami secara rinci struktur fundamental interaksi melalui percakapan” (Zimmerman, 1988:429). Percakapan didefinisikan dalam arti yang sama dengan unsur dasar perspektif etnometodologi: “Percakapan adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis” (Zimmerman, 1988:406).

Meski percakapan mempunyai aturan dalam prosedur keduanya tak menentukan apa yang dikatakan, tetapi digunakan untuk “menyempurnakan percakapan”. Sasaran perhatian percakapan terbatas pada mengenai apa yang dikatakan dalam percakapan itu dan bukan kekuatan eksternal yang membatasi percakapan. Percakapan dipandang sebagai tatanan internal sekuensial.

Zimmerman merinci lima prinsip dasar dalam menganalisis percakapan di antaranya,
1. Analisis percakapan memerlukan pengumpulan dan analisis data yang sangat rinci tentang percakapan. Data ini tak hanya terdiri dari kata-kata tetapi juga meliputi “keragu-raguan, gaduh, tersedu-sedu, mendehem, tertawa, berpantun, dan sebagainya, dan juga perilaku nonverbal yang terdapat dalam rekaman video yang biasanya berkaitan erat dengan rentetan aktivitas yang direkam oleh audiotape.” (Zimmerman, 1988:413). Semuanya itu adalah bagian dari percakapan dan dilihat sebagai perlengkapan metodis dalam melakukan percakapan oleh aktor yang terlibat (Lynch, 1999).
2. Bahkan percakapan rinci yang paling baik sekalipun harus sebagai pencapaian yang teratur. Aspek-aspek kecil percakapan tak hanya oleh pakar etnometodologi; mula-mula diatur oleh “aktivitas metodis aktor sendiri “(Zimmerman, 1988:415).
3. Interaksi pada umumnya, dan percakapan pada khususnya mempunyai sifat stabil dan teratur yang dicapai oleh aktor yang terlibat. Dalam mengamati percakapan, pakar etnometodologi memperlakukannya seolah otonom, terpisah dari proses kesadaran aktor dan konteks lebih luas di percakapan itu berlangsung.
4. “Kerangka percakapan fundamental adalah organisasi teratur” (Zimmerman, 1988:422).
5. “Rangkaian interaksi percakapan dikelola atas dasar tempat atau bergiliran” (Zimmerman, 1988:423). Dalam ini Zimmerman mengikuti pendapat Heritage (1984) yang membedakan percakapan yang “ditentukan konteks” dan “yang diperbarui konteks”. Percakapan yang ditentukan konteks berarti bahwa apa yang dikatakan pada waktu tertentu ditentukan oleh konteks percakapan terdahulu. Percakapan menentukan konteks adalah apa yang dikatakan sekarang berubah menjadi bagian konteks berikutnya.

Secara metodologis, analisis percakapan berupaya mempelajari percakapan yang terjadi dalam konteks yang wajar, sering menggunakan audiotape atau videotape. Metode perekaman ini memungkinkan informasi lebih mengalir secara wajar dari kehidupan sehari-hari ketimbang dipaksakan oleh peneliti. Peneliti dapat memeriksa ulang percakapan yang sesungguhnya secara rinci ketimbang bersandar pada catatan yang dibuatnya. Teknik ini pun memungkinkan peneliti menganalisis percakapan secara sangat rinci.

Analisis percakapan berdasarkan asumsi bahwa percakapan adalah landasan dari bentuk-bentuk hubungan antara personal yang lain (Gibson, Percakapan adalah bentuk interaksi paling mudah meresap dan percakapan “terdiri dari matriks prosedur dan praktik komunikasi yang paling terorganisir (Heritage dan Artkinson, 1984:13).

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment