Pengertian Perkawinan, Tujuan, Bentuk, dan Sebab Putusnya Perkawinan

Table of Contents
Pengertian Perkawinan
Perkawinan

A. Pengertian Perkawinan

Kawin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristri, menikah, melakukan hubungan kelamin, berkelamin (untuk hewan), bersetubuh. Sementara perkawinan adalah perihal (urusan dan sebagainya) kawin, pernikahan. Secara sederhana perkawinan adalah ikatan pria dan wanita untuk membentuk sebuah keluarga.

Perkawinan merupakan ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.

Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.

Secara etimologis perkawinan adalah kata benda turunan dari kata kerja dasar kawin; kata itu berasal dari kata Jawa kuno ka-awin atau ka-ahwin yang berarti dibawa, dipikul, dan diboyong; kata ini adalah bentuk pasif dari kata jawa kuno awin atau ahwin; selanjutnya kata itu berasal dari kata vini dalam Bahasa Sanskerta.

Definisi Perkawinan Beberapa Referensi
1. Pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kompilasi Hukum Islam pasal 2, perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
3. Wahbah al-Zuhaily, perkawinan/akad adalah yang telah di tetapkan oleh syar’i agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk melakukan stimta dengan seorang wanita atau sebaliknya.
4. al-Malibari, perkawinan sebagai akad yang mengandung kebolehan (ibahat) melakukan persetubuhan yang menggunakan atau nikah atau tazwij.
5. Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk  keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih mengasihi, tenteram dan bahagia.
6. Hazairin, inti dari sebuah perkawinan adalah hubungan seksual. Menurutnya tidak ada nikah (perkawinan) bila tidak ada hubungan seksual.
7. Mahmud Yunus, perkawinan sebagai hubungan seksual. Sedangkan Ibrahim Hosein mendefinisikan perkawinan sebagai akad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita.

B. Tujuan Perkawinan

1. Untuk mendapatkan keturunan
2. Untuk meningkat derajat dan status sosial baik pria maupun wanita
3. Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang
4. Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.

C. Bentuk Perkawinan

1. Monogami (mono berarti satu, gamos berarti kawin) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
2. Poligami (poli berarti banyak) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki atau wanita dan lebih dari satu wanita atau laki-laki. Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari satu orang. Poligami dibagi menjadi dua yaitu:
a. Poligini, yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang. Poligini sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a) Poligini sororat, bila para istrinya beradik-kakak.
b) Poligini non-sororat, bila para istrinya bukan beradik-kakak.

b. Poliandri, yaitu seorang istri bersuami lebih dari satu orang. Poliandri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a) Poliandri fraternal, bila para suami beradik-kakak.
b) Poliandri non-fraternal, bila para suami bukan beradik-kakak. Poliandri antara lain terdapat pada orang Eskimo, Markesas (Oceania), Toda di India Selatan dan beberapa bangsa di Afrika Timur dan Tibet.

D. Sebab Putusnya Perkawinan

Secara umum, putusnya perkawinan disebabkan oleh beberapa hal di antaranya,
1. Kematian
2. Perceraian
3. Putusan Pengadilan

E. Sebab Putusnya Perkawinan Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam, perkawinan dapat berakhir dikarenakan beberapa sebab di antaranya,
1. Talak, talak berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata اطلاق artinya lepasnya suatu ikatan pernikahan dan berakhirnya hubungan pernikahan. Menurut istilah syara' talak adalah melepas tali pernikahan dan mengakhiri hubungan suami istri. Menurut Al-Jaziri talak adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.
2. Khulu', bila seorang istri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak diridhai Allah untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak merasa perlu untuk menceraikannya, maka si istri dapat menerima perceraian dari suaminya dengan kompensasi ganti rugi yang diberikannya kepada suaminya. Bila suami menerima dan menceraikan istrinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah perkawinan antara keduanya. Dan putus perkawinan dengan cara ini disebut khulu’. Khulu’ yang secara harfiyah berarti “lepas” atau “copot”. Khulu’ itu perceraian dengan kehendak istri.
3. Fasakh, dalam masa perkawinan mungkin terdapat sesuatu pada suami atau istri yang menyebabkan tidak mungkin melanjutkan hubungan perkawinan baik karena diketahuinya bahwa salah satu di antara rukun dan syarat tidak terpenuhi atau terjadi sesuatu kemudian hari, maka perkawinan dihentikan, baik oleh hakim atau dihentikan dengan sendirinya. Dalam hukum perdata disebut juga dengan “pembatalan perkawinan”.
4. Zihar, secara arti kata zhihar berarti punggung. Secara definitif dikemukakan ulama dalam formulasi yang berbeda. Di antara rumusan zhihar itu adalah: Ucapan seseorang laki-laki kepada istrinya : “Engkau bagi saya seperti punggung ibu saya. ”Kalau ucapan ini dilakukan hanya sebagai penghormatan sebagaimana ia menghormati ibunya, tidak membawa akibat hukum apa-apa. Namun orang Arab terbiasa menggunakan kata tersebut untuk memutus hubungan perkawinannya dengan istrinya.
5. Ila', secara arti kata ila’ berarti “tidak mau melakukan sesuatu dengan cara bersumpah”. Secara definitif ila’ berarti “sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya”. Bersumpah untuk tidak menggauli istri merupakan kebiasaan orang Arab jahiliyah dan yang demikian dimaksudkan untuk memutuskan hubungan perkawinan. Dalam pandangan Islam Ila’ tersebut adalah perbuatan yang terlarang karena menyalahi hakikat dari perkawinan untuk mendapatkan ketenangan hidup, kasih sayang dan rahmat. Namun melakukan hubungan kelamin setelah sumpah yang diucapkannya itu juga perbuatan terlarang, karena berarti melanggar sumpah.
6. Li'an, secara harfiah li’an berarti saling melaknat. Secara terminologis berarti “sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, setelah terlebih dahulu memberikan kesaksian empat kali bahwa ia benar dalam tuduhannya. ”Pada dasarnya bila seseorang menuduh perempuan baik-baik berbuat zina dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, mesti dikenai had qazaf yaitu tuduhan zina tanpa saksi. Had qazaf itu adalah 80 kali dera.

Sebab-sebab Putusnya Perkawinan Menurut Hukum Positif
Menurut pasal 38 sampai pasal 40 Uu Perkawinan dan pasal 113 dan pasal 116 KHI, putusnya perkawinan adalah karena perceraian, kematian, dan putusan pengadilan. Sebuah keluarga tidak dianggap bubar atau putus jika tidak dilakukan di hadapan persidangan.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment