Pengertian Gaya Bahasa, Klasifikasi, Penggunaan, dan Gaya Bahasa Majas

Table of Contents
Pengertian Gaya Bahasa
Gaya Bahasa

A. Pengertian Gaya Bahasa

Secara umum gaya bahasa adalah pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat dalam mengekspresikan ide, gagasan, dan pengalaman dalam bentuk retorik dengan tujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar. Gaya bahasa atau Majas merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.

Dalam retorika, gaya bahasa dikenal dengan istilah style yang secara etimologi berasal dari bahasa latin stylus yaitu semacam alat tulis yang dipakai untuk lempengan lilin. Pada perkembangan berikutnya, kata style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 1990: 112).

Demikian, gaya bahasa dalam hal ini mempunyai cakupan pengertian yang sangat luas baik itu untuk tulisan maupun pembicaraan. Gaya bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana di mana gaya bahasa dapat menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, misalnya kesan baik atau  buruk, senang, tidak enak dan sebagainya yang diterima pikiran dan perasaan melalui gambaran tempat, benda-benda, suatu keadaan atau kondisi tertentu.

Pengertian gaya bahasa menurut beberapa referensi di antaranya,
1. Kamus Linguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982), gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu: (1) Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya bahasa adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan;
3. Leech dan Short (1981), gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, untuk tujuan tertentu.
4. Guntur Tarigan (2009), gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. Bila dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan pesan lebih berbobot.
5. Gorys Keraf (2002:113), gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, meliputi kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

B. Klasifikasi Gaya Bahasa

Klasifikasi gaya bahasa menurut tataran bahasa dikemukakan oleh Ducrot dan Todorov dalam Ditionnaire encyclopédique des sciences du langage (1972) di antaranya,
1. Tataran bunyi dan grafis (misalnya asonansi, aliterasi, dan lain-lain);
2. Tataran sintaksis (misalnya inversi, kalimat tak langsung yang bebas, dan lain-lain);
3. Tataran semantik (metafora, ironi, dan lain-lain).

C. Penggunaan Gaya Bahasa

Gaya bahasa ditentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata (diksi). Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika diekspresikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau realita. Gaya resmi, misalnya, dapat membawa pembaca atau pendengar  ke dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan membawa suasana ke dalam situasi realistis.

Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka. Pemakaian gaya bahasa juga dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam pembicaraan maupun tulisan, karena gaya bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh makna dengan singkat.

Selain itu, pilihan dan kesesuaian kata yang didukung dengan tanda baca yang tepat, dapat menimbulkan nada kebahasaan, yaitu sugesti yang terekspresi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan mampu menghasilkan gaya persuasi yang tinggi. Gaya bahasa berdasarkan nada yang dihasilkan oleh pilihan kata ini ada tiga macam di antaranya,
1. Gaya bahasa bernada rendah (gaya sederhana) menghasilkan ekspresi pesan yang mudah dipahami oleh berbagai lapisan pembaca, misalnya dalam buku-buku pelajaran, penyajian fakta, dan pembuktian.
2. Gaya bahasa bernada menengah, rangkaian kata yang disusun berdasarkan kaidah sintaksis dengan menimbulkan suasana damai dan kesejukan, misalnya: dalam seminar, kekeluargaan, dan kesopanan.
3. Gaya bahasa bernada tinggi mengekspresikan maksud dengan penuh tenaga, menggunakan pilihan kata yang penuh vitalitas, energi, dan kebenaran universal. Gaya ini menggunakan kata-kara yang penuh keagungan dan kemuliaan yang dapat menghanyutkan emosi pembaca atau pendengarnya. Gaya ini sering digunakan untuk menggerakkan masa dalam jumlah yang sangat banyak.

D. Gaya Bahasa Majas

Terkadang kata-kata atau kalimat-kalimat yang ada belum begitu jelas untuk menyampaikan maksud dan tujuan atau menerangkan sesuatu, oleh karena itu dipergunakan persamaan, perbandingan serta kata-kata kias lainnya yang kemudian lebih dikenal dengan majas. Orang sering menganggap bahwa majas adalah sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas merupakan bagian dari gaya bahasa.

Majas dalam tataran bahasa merupakan tataran sematik karena majas hanyalah suatu kasus khusus dari fungsi implisit (dalam metafora, metonimi, sinekdok, litotes, ironi, dan lain-lain). Semua jenis makna yang tidak terlihat dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas. Secara singkat penggunaan majas tertentu dalam gaya bahasa dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu dengan membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Jenis Majas
1. Majas Perbandingan
a. Alegori, menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
b. Alusio, mengungkapkan suatu hal dengan kiasan yang memiliki kesamaan dengan yang telah terjadi sebelumnya.
c. Simile, pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll.
d. Metafora, gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
e. Antropomorfisme, metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
f. Sinestesia, majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
g. Antonomasia, penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
h. Aptronim, pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
i. Metonimia, pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
j. Hipokorisme, penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
k. Litotes, ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
l. Hiperbola, pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
m. Personifikasi, pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
n. Depersonifikasi, pengungkapan dengan membuat manusia menjadi memiliki sifat-sifat sesuatu bukan manusia.
o. Pars pro toto, pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
p. Totem pro parte, pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
q. Eufimisme, pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
r. Disfemisme, pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
s. Fabel, menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
t. Parabel, ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
u. Perifrasa, ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
v. Eponim, menyebutkan nama seseorang yang memiliki hubungan dengan sifat tertentu yang ingin diungkapkan.
w. Simbolik, melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
x. Asosiasi, perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.

2. Majas Sindiran
a. Ironi, sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
b. Sarkasme, sindiran langsung dan kasar.
c. Sinisme, ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
d. Satire, ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
e. Innuendo, sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

3. Majas Penegasan
a. Apofasis, penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
b. Pleonasme, menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
c. Repetisi, perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
d. Pararima, pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
e. Aliterasi, repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
f. Paralelisme, pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
g. Tautologi, pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
h. Sigmatisme, pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
i. Antanaklasis, menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
j. Klimaks, pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
k. Antiklimaks, pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
l. Inversi, menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
m. Retoris, ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
n. Elipsis, penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
o. Koreksio, ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
p. Polisindenton, pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
q. Asindeton, pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
r. Interupsi, ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
s. Eksklamasio, ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
t. Enumerasio, ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
u. Preterito, ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
v. Alonim, penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
w. Kolokasi, asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
x. Silepsis, penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
y. Zeugma, silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

4. Majas Pertentangan
a. Paradoks, pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
b. Oksimoron, paradoks dalam satu frasa.
c. Antitesis, pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
d. Kontradiksi interminus, pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
e. Anakronisme, ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment